BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pembangunan kehutanan yang saat ini dikembangkan lebih
mengarah kepada hutan tanaman dengan sistem monokultur. Salah satu dampak
negatif dari sistem monokultur adalah kerentanan terhadap hama dan
penyakit, hal ini terjadi karena sumber pakan tersedia dengan melimpah dan
dalam wilayah yang luas.
Serangan hama dan penyakit jika tidak dikelola
dengan tepat maka akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem. Selain dari
itu, serangan hamadan penyakit berdampak pada prokduktifitas dan
kualitas standing stockyang ada. Diantaranya adalah menurunkan
rata-rata pertumbuhan, kualitas kayu, menurunkan daya kecambah biji dan pada
dampak yang besar akan mempengaruhi pada kenampakan estetika hutan.
Seiring dengan permintaan pasar internasional, pengelola
hutan dituntut untuk menghasilkan produk hutan yang berasal dari hutan yang
dikelola secara lestari. Prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari telah
dirumuskan oleh sebuah lembaga internasional Forest Stewardship Council (FSC)
yang lebih dikenal dengan Prinsip dan Kriteria (P & C FSC).
Prinsip dan
Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari standar FSC terdiri dari :
Prinsip 1.
Ketaatan pada hukum dan prinsip-prinsip FSC
Prinsip
2. Tenure, hak
guna dan tanggung jawab
Prinsip 3. Hak
masyarakat adat
Prinsip 4.
Hubungan masyarakat dan hak-hak pekerja
Prinsip 5.
Manfaat dari hutan
Prinsip 6.
Dampak lingkungan
Prinsip 7.
Rencana pengelolaan
Prinsip 8.
Monitoring dan evaluasi
Prinsip 9.
Hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF)
Prinsip 10.
Hutan tanaman
Dari 10 prinsip tersebut, pengelolaan hama dan penyakit secara detail
disyaratkan pada Prinsip 6 kriteria 6 :
”Sistem
pengelolaan harus mendukung perkembangan dan adopsi metode non kimia yang ramah
lingkungan dalam pengelolaan pestisida dan berusaha untuk mencegah penggunaan
pestisida kimia. Pestisida hidrokarbon khlorin Tipe 1A dan 1B menurut WHO;
pestisida tetap, beracun atau yang bahan aktif biologisnya tetap ada dan
terakumulasi dalam makanan diluar penggunaan normalnya; sama halnya dengan
pestisida yang dilarang menurut kesepakatan internasional, harus dilarang
penggunaanya. Jika bahan-bahan kimia ini digunakan, peralatan yang layak dan
pelatihan harus disediakan untuk meminimalisir risiko kesehatan dan lingkungan”
Prinsip 10 kriteria 7 :
”Langkah-langkah
harus diambil guna mencegah dan menekan mewabahnya hama, penyakit, kebakaran
dan masuknya tanaman pengganggu. Pengelolalan hama terpadu harus menjadi bagian
penting dari rencana pengelolaan, dengan lebih mengandalkan pada pencegahan dan
metode-metode kendali biologis daripada pupuk dan pestisida kimia. Pengelolaan
penanaman harus melakukan segala cara untuk beralih dari pupuk dan pestisida
kimia termasuk pemakaiannya dalam pembibitan. Pemakaian bahan-bahan kimia juga
tercakup dalam Kriteria 6.6 dan 6.7.”
Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka pengelola hutan dituntut harus bisa mengelola hama dan
penyakit tanaman dengan pendekatan sistem pengendalian hama dan penyakit secara
terpadu yang efektif dan efisien
1.2.Tujuan
Pengelolaan pengendalian hama dan penyakit tanaman ini
bertujuan untuk :
1. Melindungi tanaman
dari serangan hama dan penyakit
2. Mengurangi
kerusakan/kerugian yang ditimbulkan akibat serangan hama dan penyakit
3. Menjaga
keseimbangan ekosistem di hutan yang masing-masing unsur lingkungan saling
mendukung bagi pertumbuhan tanaman
1.3.Manfaat
Mempelajari
tentang mekanisme penyerangan hama sehingga dapat diantisipasi sebelumnya
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian hama menurut para ahli :
1.
Menurut Nas (1978) bahwa serangga dikatakan hama
apabila serangga tersebut mengurangi kualitas dan kuantitas bahan makanan,
pakan ternak, tanaman serat, hasil pertanian atau panen, pengolahan dan dalam
penggunaannya serta dapat bertindak sebagai vektor penyakit pada tanaman,
binatang dan manusia, dapat merusak tanaman hias , bunga serta merusak
bahan bangunan dan milik pribadi lainnya.
2.
Dalam Pengendalian Hama Terpadu bahwa hama bukan
hanya pada serangga tetapi bisa pada vertebrata, tungau, virus, bateri,
gulma an organisme pengganggu tanaman lainnya.
3.
Menurut Smith (1983) hama adalah semua rganisme atau
agens biotik yang merusak tanaman dengan cara yang bertentangan dengan
kepentingan manusia.
4.
Dalam arti yang luas bahwa hama adalah makhluk
hidup yang mengurangi kualitas dan kuantitas beberapa sumber daya manusia yang
berupa tanaman atau binatang yang dipelihara yang hasil dan seratnya dapat
diambil untuk kepentingan manusia.
Hama
adalah organisme yang dianggap merugikan
dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari
hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktek istilah ini paling
sering dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika
menyebabkan kerusakan pada ekosistem
alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia.
Contohnya adalah organisme yang
menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah,
atau nyamuk yang menjadi vektor malaria (Wikipedia, 2010).
Yang dimaksud dengan hama adalah semua binatang yang
merugikan tanaman, terutama yang berguna dan dibudidayakan manusia; apabila
tidak merugikan tanaman yang berguna dan dibudidayakan manusia dengan
sendirinya kita tidak menyebutnya sebagai hama.
Dunia binatang itu dikelompokkan
dalam beberapa golongan besar (kelas). Dalam setiap golongan dibagi dalam
beberapa ordo. Setiap ordo dibagi dalam keluarga (famili). Setiap keluarga
dibagi lagi dalam genus, dan setiap genus masih dibagi lagi dalam jenis varietas.
Pengelompokkan dunia tanaman juga sama seperti pada binatang.
Apabila petani mengetahui cara hidup
binatang-binatang yang merugikan dengan sendirinya akan mudah dalam
mengendalikannya atau dapat melindungi tanaman dari serangan musuh-musuh
tanaman (proteksi tanaman).
Pengendalian hama yang baik itu
sebenarnya yang dilakukan secara biologis dengan menggunakan predator atau
parasit hama, karena dengan cara ini hanya binatang yang menjadi musuh tanaman
yang akan mati. Oleh karena itu perlu dipelajari ekobiologis dari binatang
perusak tersebut (hama).
KLASIFIKASI HAMA
MENURUT BAGIAN TANAMAN YANG DISERANG
1.
Hama buah dan biji
a. Caryborus spp.
Berasal dari ordo Coleoptera merupakan hama yang menyerang
biji dari famili leguminosa. Caryborus ganagra menyerang biji Bauhinia
malabarika dan Acacia tomentosa dan jenis-jenis Cassia. Larvanya kecil,
melengkung berwarna putih kekuning-kuningan mencapai panjang 8 mm. Imago
(kumbang) mencapai panjang 6 – 5 mm berwarna kelabu kecoklat-coklatan. Telur-
telur diletakkan pada buah yang masih muda. Setelah telur menetas, larva segera
menggerek masuk kedalam polong. Pupa terbentuk didalam polong kemudian imagonya
keluar.
b. Ctenemerus lagerstroemiae.
Berasal dari ordo Coleoptera dikenal dengan kumbang belalai,
menyerang buah
Lagerstroemia speciosa (Bungur).
Lagerstroemia speciosa (Bungur).
c. Alcides hopeae, Alcides crasus, Alcides shorea.
Menyerang buah-buah dari dari famili Dipterocarpaceae
seperti meranti, termasuk
juga kumbang Curculionidae yang menyerang buah meranti.
juga kumbang Curculionidae yang menyerang buah meranti.
d. Dichocrocis punctiferalis.
Berasal dari ordo lepidoptera, larva-larvanya menyerang
bunga dan buah jarak
(Ricinus comunis), ploso (Butea monosperma), jati dan lain-lain. Larva mencapai
panjang 15 mm, berwarna kuning kecoklat-coklatan kemerah-merahan pada bagian
punggung. Imago kecil, lebar dengan bentangan sayap 1,75 – 2,5 cm.
(Ricinus comunis), ploso (Butea monosperma), jati dan lain-lain. Larva mencapai
panjang 15 mm, berwarna kuning kecoklat-coklatan kemerah-merahan pada bagian
punggung. Imago kecil, lebar dengan bentangan sayap 1,75 – 2,5 cm.
e. Tirathaba ruptilinea.
Berasal dari famili Pyralidae, menyerang buah pada tanaman
jarak, durian dan sawo.
f. Cateremna albicostalis.
Berasal dari famili Pyralidae menyerang buah-buah daru famili
Dipterocarpaceae.
2. Hama persemaian
2. Hama persemaian
a.
Semut.
Dari ordo Hymenoptera, biasa melarikan biji-biji yang
disemai. Gangguan dari semut
dapat dikendalikan dengan penyemprotan dieldrin, endrin dan lain-lain.
dapat dikendalikan dengan penyemprotan dieldrin, endrin dan lain-lain.
b. Belalang.
Dari famili Acrididae dan Locustidae biasa menyerang
daun-daun dari tanaman muda. Pemberantasan hama belalang dilakukan dengan cara
mekanis yaitu menangkap.
c. Gangsir (Gryllus sp. dan Branchyrypes) dan Anjing tanah (Grylloptalpa africana dan hirsuta).
Hidup
dalam lubang-lubang dalam tanah, pada malam hari keluar dan menyerang tanaman
muda di persemaian. Bagian yang diserang adalah leher akar.
d. Agrotis spp.
Berasal dari ordo Lepidoptera adalah jenis ulat tanah yang
sangat merugikan. Menyerang pada malam hari dengan jalan menggerek leher akar
yang menyebabkan kematian tanaman muda.
3. Hama batang dari tanaman muda
a. Xyloborus fernicatus
Berasal dari ordo Coleoptera adalah jenis-jenis kumbang
kecil yang menggerek dalam batang muda tanaman kesambi dan sonokeling. Panjang
kumbang mencapai 2 mm. Jenis-jenis Xyloborus mula-mula menyerang kulit kemudian
terus kedalam batang muda tanaman.
b. Xyloborus morsatus.
Menyerang kulit dan batang tanaman mahoni dan kayu ulin yang
masih muda.
c. Xyloborus morigorus.
Menyerang mahoni, jati kemelandingan dan kesambi. Penjang
kumbang 1,5 mm.
d. Monohammus rusticator.
Berasal dari ordo Coleoptera famili Corambycidae merupakan
hama penggerek jati. Panjang lobang gerek mencapai 20 cm dan masuk kedalam
sampai empulur kayu. Imago (kumbang) terbang keluar melalui lobang yang
lebarnya 1 cm. Panjang kumbang 2,5 cm berwarna kelabu.
4. Hama-hama pengisap cairan daun dan batang
Sebagian besar hama-hama penghisap adalah serangga dari ordo
Hemiptera, famili corlidae, Tingidae, Capsidae, Pentatomidae. Serangga-serangga
ini menghisap cairan daun dan batang yang menyebabkan pohon menjadi kerdil dan
kadang-kadang pula terjadi kelainan-kelainan dalam pertumbuhan.
a. Anoplocnemis phasiana.
Menyerang jenis-jenis Leguminosa seperti Cassia spp dan
Albizzia spp,
b. Cocoidae dan Alcurodidae.
Merupakan jenis kutu daun yang sangat merugikan
tanaman-tanaman muda. Jenis-jenis kutu banyak yang hidupnya berinang banyak
(polifago).
5. Hama daun.
a.
Hyploea puera.
Berasal dari ordo Lepidoptera menyerang daun Jati mulai dari
permulaan musim hujan. Larva-larva muda mula-mula hanya memakan daun-daun muda.
Lambat laun juga memakan daun-daun Jati yang sudah tua sehingga menyebabkan
kegundulan. Pupa terbentuk pada bulan Desember. Pupa-pupa ini berada di tanah
diantara daun-daun dan serasah. Pada bulan Oktober berikutnya kupu-kupu keluar
dan menyebarkan infeksi. Ulat pada instar terakhir mempunyai panjang 35mm,
bagian punggung berwarna ungu tua, dibawah berwarna hijau. Hama ini juga
menyerang laban (Vitex pubescens).
b. Pyrausta machoeralis.
Berasal dari famili Pyralidae merupakan hama daun dari
famili Verbenaceae, termasuk Jati.
c. Valanga nigricarnis dan Patangga siccinata.
Merupakan jenis-jenis belalang dari famili Acrididae ordo
orthoptera yang sangat mengganggu daun bermacam-macam tanaman kehutanan dan
pertanian.
d. Attacus atlas.
Merupakan Hama dari ordo Lepidoptera ialah jenis kupu-kupu
atlas yang ulatnya seringkali menggundulkan pohon-pohon Dadap dan Rasamala.
e. Eurema blenda dan Eurema hecabe.
Merupakan hama dari famili pieredae ordo Lepidoptera
menyerang daun Albizzia falcata terutama tanaman muda dipersemaian karena dapat
menyebabkan gangguan tumbuh sebagai akibat habisnya daun. Kupu-kupunya berwarna
kuning, terbang aktif pada siang hari.
f. Castopsila crocale.
Merupakan hama tanaman Cassia spp. dari ordo Lepidoptera
berupa kupu-kupu putih yang ulatnya dapat menghabiskan seluruh daun.
g. Psychidae.
Hama dari ordo Lepidoptera merupakan keluarga ulat-ulat
kantong. Pohon-pohon hutan yang sering diganggu oleh Psychidae ialah Pinus
merkusii, segawe dan lain-lain.
h. Milionia basalis.
Sejenis ulat jengkal dari famili Geometridae yang menyerang
pohon Pinus merkusii. Panjang ulatnya 4 cm, warna hitam dengan garis-garis
kuning. Kepompong terbentuk dalam tanah dan terbungkus dalam kokon.
i. Hypsipyla robusta.
Hama pucuk dan daun dari jenis Swietenia mahagoni dan
Swietenia macrophylla dari ordo Lepidoptera. Intensitas serangan pada daun
mahoni kecil sangat besar. Ulatnya berwarna-warni, coklat sampai ungu dan hitam
pada instar terakhir menjadi biru kehijauan, panjang ulat 2 – 3 cm, lebar
kupu-kupu (bentangan sayap) 2,5 cm.
6.
Hama cabang
Zeuzera cafeae hama
penggerek cabang berinang banyak (polifago) dari ordo Lepidoptera, menyerang
pohon Jati, Laban, Kesambi, Cemara, Damar, Kayu sandal dan lain-lain. Disebut
juga penggerek cabang berwarna merah, karena larvanya berwarna merah.
Serangganya menyebabkan lobang-lobang gerek pada batang, kerusakan cabang dan
kematian tanaman muda. Ulatnya berwarna kemerah-merahan, panjang 3 – 5 cm.
kupu-kupu bersayap putih dengan bintik-bintik hitam yang berkilap logam.
7. Hama batang
a.
Duemnitus ceramicus.
Dikenal dengan nama oleng-oleng dari ordo Lepidoptera,
menyebabkan lobang- lobang gerek selebar 1 – 1,5 cm. Panjangnya 20 – 30 cm,
melengkung, dinding lobang berwarna hitam kadang-kadang dengan lapisan kapur.
Kerusakan-kerusakan ini terdapat pada hutan-hutan Jati di seluruh Jawa dan
tanda kerusakan tersebut dapat dilihat pada kayu-kayu di TPK. Kupu-kupu panjang
4 – 8 cm, bentangan sayap 8 – 16 cm, berwarna kecoklatan. Larva panjang 8 cm,
lebar 1,5 cm. Telur-telur diletakan pada celah-celah kulit. Pohon-pohon muda
yang terserang kadang-kadang menimbulkan gejala-gejala pembengkakan pada
batang. Pada pohon tua tanda-tanda serangan sukar diamati karena serangga ini
tidak mengeluarkan ekskeremen diluar batang.
b. Neotermes tectonae.
Dikenal dengan nama inger-inger rangas Jati, dari ordo
Isoptera. Tanda serangan ialah adanya bengkak-bengkak (gembol) pada batang.
Gembol-gembol ini dapat terbentuk pada ketinggian 2 – 20 m dari tanah,
merupakan sarang rangas (rayap) jati. Di dalam sarang tersebut terdapat
lobang-lobang yang bentuknya tidak teratur pada umumnya memanjang batang
(longitudinal). Akibat gangguan dari serangan inger-inger pertumbuhan pohon
menjadi kerdil dan dalam keadaan serangan hebat mengakibatkan kematian pucuk.
Serangga ini terdiri dari beberapa kasta yaitu; sulung (laron) panjang 8 – 10
cm berwarna coklat hitam, pekerja putih tak bersayap, prajurit panjang 10 – 12
mm. kepala coklat dengan rahang-rahang yang kuat. Infeksi pertama terjadi pada
bekas-bekas patahan cabang dan luka-luka pada batang.
c. Xyloborus destruens.
Dikenal dengan bubuk kayu Jati dari ordo Coleoptera.
Kumbang-kumbang kecil menyerang batang yang mengakibatkan lobang-lobang kecil
(pinpholes) selebar 1 – 2 mm. Hama ini juga disebut kumbang ”ambrosia” karena
membawa spora-spora jamur ambrosia yang digunkan sebagai makanan larvanya.
d. Zeuzera indica.
Merupakan penggerek batang dari famili Cossidae yang menyerang
kayu-kayu pasang (Quercus spp), Magnoliaceae, Lauraceae. Larvanya hampir sama
dengan Zeuzera coffeae, hanya agak lebih besar.
e. Platypus solidus.
Sejenis kumbang ambrosia dari ordo Coleoptera menggerek
batang Acacia deccurens.
f. Xystrocera festiva.
Hama yang menyerang batang Albizzia falcata dari ordo
Coleoptera. Larvanya menggerek keatas dan kedalam batang, panjang larvanya 5
cm. Pada permulaan serangan terdapat bagian-bagian yang berwarna hitam pada
kulit dan serbuk-serbuk gerek yang dikeluarkan melalui lobang-lobang kecil.
8. Hama akar
Phassus
dammar dikenal dengan uter-uter dari ordo Lepidoptera. Ulatnya berinang banyak
(polifago) yang hidup pada pohon jati dan rasamala. Panjang ulat 6 – 7,5 cm,
lebar bentangan sayap 7 – 9 cm berwarna coklat kelabu.
BAB
III
PEMBAHASAN
HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KEHUTANAN
A. Hama
Tanaman Jati
Hama dan
penyakit pada tanaman jati yang teridentifikasi dan terdokumentasi di hutan
tanaman jati seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis
hama dan penyakit pada tanaman jati
No
|
Jenis Hama
|
Nama Umum Hama
|
Bagian Tanaman Yang diserang
|
Lokasi
|
1
|
Duomitus ceramicus
|
Oleng-oleng
|
Batang
|
Lapangan
|
2
|
Neotermes tectonae
|
Inger-inger
|
Batang
|
|
3
|
Hyblaea puera
|
Ulat jati
|
Daun
|
Lapangan
|
4
|
Pyrausta machaeralis
|
Ulat jati
|
Daun
|
Persemaian, lapangan
|
5
|
Phyllophaga
sp
|
Uret
|
Akar
|
Persemaian, lapangan
|
6
|
Acarina sp.
|
Tungau merah
|
Daun
|
Persemaian
|
7
|
Kutu putih/lilin
|
Daun/pucuk
|
Persemaian
|
|
8
|
Lalat Putih
|
Batang
|
Persemaian
|
|
9
|
Dumping off
|
Penyakit layu/busuk semai
|
Leher akar
|
Persemaian
|
10
|
Rayap
|
Akar
|
Lapangan
|
|
11
|
Penggerek pucuk jati
|
Pucuk
|
Lapangan
|
|
12
|
Pseudococcus
|
Kutu putih/sisik
|
Daun dan batang
|
Lapangan
|
13
|
Peloncat Flatid Putih
|
Kupu putih
|
Daun dan batang
|
Lapangan
|
14
|
Xyleborus
destruens
|
Kumbang bubuk basah
|
Batang
|
Lapangan
|
15
|
Pseudomonas tectonae
|
Penyakit layu bakteri
|
Batang
|
Lapangan
|
16
|
Loranthus Sp.
|
Benalu
|
Batang
|
Lapangan
|
1. Hama
Ulat Jati (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis)
Hama ini
menyerang pada awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember – Januari.
Daun-daun yang terserang berlubang-lubang dimakan ulat. Bila ulat tidak banyak
cukup diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu
dilakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.
2. Hama
Uret (Phyllophaga sp)
Hama ini
biasanya menyerang pada bulan Pebruari – April. Uret merupakan larva dari kumbang.
Larva ini aktif memakan akar tanaman baik tanaman kehutanan (tanaman pokok dan
sela) maupun tanaman tumpangsari (padi, palawija, dll) terutama yang masih
muda, sehingga tanaman yang terserang tiba-tiba layu, berhenti tumbuh kemudian
mati. Jika media dibongkar akar tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama
uret.
Kerusakan dan kerugian paling besar
akibat serangan hama uret terutama terjadi pada tanaman umur 1-2 bulan di
lapangan, tanaman menjadi mati. Serangan hama uret di lapangan berfluktuasi
dari tahun ke tahun, umumnya bilamana kasus-kasus serangan hama
uret tinggi pada suatu tahun, maka pada tahun berikutnya kasus-kasus
kerusakan/serangan menurun.
Pengendalian
a. Kasus-kasus
serangan hama uret umumnya menonjol pada lokasi-lokasi dengan jenis
tanah berpasir (regosol)
b. Pencegahan
dan pengendalian hama uret dilakukan dengan penambahan insektisida-nematisida
granuler (G) di lubang tanam pada saat penanaman tanaman atau pada waktu
pencampuran media di persemaian, khususnya pada lokasi-lokasi endemik/rawan
hama uret.
c. Untuk
efektivitas dan efisiensi langkah pengendalian, informasi tentang fluktuasi
serangan hama uret dari tahun ke tahun perlu dimiliki pengelola lapangan. Ini
penting untuk menentukan perlu tidaknya memberikan tindakan pencegahan/
pengendalian pada suatu penanaman pada suatu waktu.
3. Hama
Tungau Merah (Akarina)
Hama ini
biasanya menyerang pada bulan Juni – Agustus. Gejala yang timbul berupa daun
berwarna kuning pucat, pertumbuhan bibit terhambat. Hal ini terjadi diakibatkan
oleh cairan dari tanaman/terutama pada daun dihisap oleh tungau. Bila diamati
secara teliti, di bawah permukaan daun ada tungau berwarna merah cukup banyak
(ukuran ± 0,5 mm) dan terdapat benang-benang halus seperti sarang laba-laba.
Pengendalian hama tungau dapat dilakukan dengan menggunakan akarisida.
4. Hama
kutu putih/kutu lilin
Hama ini biasa
menyerang setiap saat. Bagian tanaman yang diserang adalah pucuk (jaringan
meristematis). Pucuk daun yang terserang menjadi keriting sehingga tumbuh
abnormal dan terdapat kutu berwarna putih berukuran kecil. Langkah awal
pengendalian berupa pemisahan bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa menular.
Bila batang sudah mengkayu, batang dapat dipotong 0,5 – 1 cm di atas permukaan
media; pucuk yang sakit dibuang/dimusnahkan. Jika serangan sudah parah dan
dalam skala yang luas maka dapat dilakukan penyemprotan dengan menggunakan
akarisida.
5. Hama Lalat Putih
Hama lalat
putih merupakan serangga kecil bertubuh lunak. Lalat putih ini bukan lalat
sejati, tetapi masuk dalam Ordo Homoptera. Hama
ini berkembang sangat cepat secara eksponensial. Lalat putih betina dapat
menghasilkan 150 – 300 telur sepanjang hidupnya. Waktu yang dibutuhkan dari
tingkat telur sampai dengan dewasa siap bertelur hanya sekitar 16 hari. Lalat
putih dapat menyebabkan luka yang serius pada tanaman dengan mencucuk mengisap
cairan tanaman sehingga menyebabkan layu, kerdil, atau bahkan mati. Lalat putih
dewasa dapat juga mentransmisikan beberapa virus dari tanaman sakit ke tanaman
sehat.
Lalat putih
sering sangat sulit dikendalikan. Lokasi hama yang berada di permukaan bawah
daun membuatnya sulit bagi insektisida untuk mencapai posisi hama. Hama lalat
putih juga dengan cepat dapat mengembangkan resistensi ke insektisida yang
digunakan untuk melawan mereka. Suatu jenis insektisida yang efektif untuk
lalat putih pada suatu kasus kerusakan pada suatu waktu, dapat tidak efektif
untuk aplikasi di lokasi dan waktu yang berbeda.
Tahap telur dan
pupa lebih tahan terhadap insektisida dibandingkan tahapan dewasa dan
nimfa. Konsekuensinya
eradikasi (pengendalian) populasi lalat putih biasanya memerlukan 4 – 5 kali
penyemprotan dengan interval penyemprotan 5 – 7 hari. Pengendalian biologi
dapat diterapkan untuk melawan lalat putih. Lalat putih memiliki musuh alami
sejumlah predator dan parasitoid. Kerusakan parah pada bibit di persemaian
(JPP) terutama terjadi pada semai ukuran < 10 cm, terparah terjadi pada
semai < 5 cm.
Rekomendasi dan Pengendalian
Perlu
dilakukan wiwil daun dan penjarangan bibit dalam bedengan, untuk meningkatkan
kesehatan bibit dan memudahkan penyemprotan insektisida
Untuk
penyemprotan dapat dilakukan dengan campuran insektisida - larutan deterjen
atau larutan insektisida.
Penyemprotan
dilakukan sedini mungkin ketika hama lalat putih mulai terlihat di persemaian,
jangan menunggu jumlah populasi meledak sehingga menyulitkan pengendalian.
Penyemprotan
diarahkan ke permukaan daun bagian bawah, karena serangga mengisap cairan dan
tinggal di permukaan daun bagian bawah.
Selain
pengendalian dengan kimiawi (insektisida), disarankan penggunaan mekanis,
menggunakan alat penjebak lalat putih (colour trapping). Alat yang
digunakan adalah kotak karton/papan kayu.
Pemupukan
menggunakan pupuk NPK cair, untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan semai.
Penggunaan
alat penjebak lalat putih (colour trapping) sebagai cara pengendalian
mekanis, menggunakan kotak atau papan bercat/berwarna kuning terang, kemudian
diolesi dengan bahan perekat/getah (lem tikus, getah kayu/nangka, stirofoam
yang direndam dalam bensin/minyak tanah, oli). Kotak/papan dipasang di atas
bedengan.
6. Hama
rayap
Serangan dapat
terjadi pada tanaman jati muda pada musim hujan yang tidak teratur dan puncak
kemarau panjang. Pada kasus serangan di puncak kemarau disebabkan rendahnya
kelembaban di dalam koloni rayap sehingga rayap menyerang tanaman jati muda. Prinsip
pengendaliannya dengan mencegah kontak rayap dengan batang/perakaran tanaman
Cara-cara
pengendalian rayap yang dapat dilakukan :
1) Preventif
- secara
tradisional dilakukan dengan menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu
penanaman
- pemberian
insektisida granuler (G), pada lubang tanam ketika penanaman, khususnya pada
lokasi yang diketahui endemik/rawan rayap
- mengurangi
kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari
- menghilangkan
sarang-sarang pada lokasi
2) Pengendalian
:
- mengoleskan
kapur serangga di pangkal batang
- pemberian
insektisida granuler di pangkal batang
- penaburan
abu kayu di sekeliling pangkal batang
- menghilangkan
sarang-sarang pada lokasi
7. Hama penggerek
batang/oleng-oleng (Duomitus ceramicus)
Siklus Hidup
Duomitus ceramicus merupakan
sejenis ngengat, telurnya menetas antara bulan Maret – April, aktif pada malam
hari. Setelah kawin ngengat betina bertelur pada malam hari dan diletakkan pada
celah kulit batang. Telur berwarna putih kekuningan atau kuning gelap, bentuk
silinder, panjang 0,75 cm. Telur diletakkan berkelompok pada bekas patahan
cabang atau luka-luka di kulit batang. Stadia telur ± 3 minggu.
Larva menetas pada bulan Mei, hidup
dalam kulit pohon, selanjutnya menggerek kulit batang menuju kambium dan kayu
muda, memakan jaringan kayu muda. Larva pada tingkat yang lebih tua membuat
liang gerek yang panjang, terutama bila pohon jati kurang subur. Pada tempat
gerekan terjadi pembentukan kallus (gembol). Larva menggerek
batang dengan diameter 1 – 1,5 cm, panjang 20 – 30 cm dan bersudut 90°. Kotoran
larva dari gerekan kayu dikeluarkan dari liang
gerek. Fase larva sangat lama antara April – September.
Selanjutnya larva masuk ke stadium
pupa, tidak aktif, posisinya mendekati bagian luar liang gerek. Fase pupa
berlangsung antara September – Pebruari. Seluruh siklus hidupnya, dari stadia
telur sampai menjadi ngengat memerlukan waktu ± 1 tahun.
Pengendalian
Oleng-oleng
termasuk serangga hama low density insect pest (serangga hama
yang kepadatannya rendah). Dalam 1 batang tanaman jati umumnya
terdapat 1 ekor serangga larva, jarang 2 atau lebih. Meskipun hanya 1 ekor
sudah dapat merusak satu batang jati.
Kerusakan
parah terutama pada serangan tanaman jati muda, umur 1 – 3 tahun. Tanaman jati
muda mudah patah akibat lubang serangan pada batang jati muda.
Berkembangnya
hama oleng-oleng difasilitasi oleh tingginya kelembaban dan suhu lingkungan di
lantai dasar hutan.
Umumnya
serangan oleng-oleng pada batang jati pada ketinggian 1 – 2 m dari tanah,
dengan jumlah titik serangan 1 - 2. Namun demikian pada lokasi serangan endemik
yang parah, titik serangan dapat mencapai 5 titik dengan ketinggian titik
serangan mencapai 4 meter.
Teknik
pengendalian hama dengan sifat seperti oleng-oleng diusahakan supaya
insektisida yang dipakai harus dapat mengenai sasarannya. Oleh karena itu
teknik pemakaian insektisida fumigan dapat dipakai karena dengan cepat mengenai
sasarannya.
- insektisida
fumigan, dosis : 1/8 butir dimasukkan ke dalam liang gerek serangga
hama, kemudian lubang ditutup dengan lilin malam. Aplikasi insektisida ini
praktis, bilamana titik serangan berada di bawah ketinggian 2 meter.
- Untuk
meminimalkan tingkat serangan, terutama di daerah endemik oleng-oleng,
pengendalian perlu terintegrasi dengan praktek silvikultur dan pengendalian
mekanis.
- Aplikasi
praktek silvikultur pada daerah endemik dilakukan dengan mengatur jenis-jenis
tanaman tumpang sari. Jenis yang dipilih sebaiknya adalah jenis tanaman tumpang
sari yang cukup pendek sehingga ruang tumbuh di bawah tajuk jati tidak terlalu
lembab. Kondisi di bawah tajuk jati muda yang lembab dan rapat menyediakan
habitat yang cocok bagi hama hutan. Dari berbagai pengamatan yang dilakukan
diketahui bahwa jumlah serangan hama oleng-oleng pada tumpang sari jagung lebih
tinggi dibandingkan palawija yang lain.
- Pengendalian
mekanis dilakukan guna menurunkan populasi serangga dewasa (ngengat).
Pelaksanaannya dengan penggunaan perangkap lampu (light trap) di malam
hari. Untuk penggunaanlight trap, peralatan yang diperlukan berupa :
kain putih 2 x 1,5 m, lampu bohlam/neon, dan nampan penampung air. Ngengat yang
diperoleh kemudian dimusnahkan.
8. Hama penggerek
pucuk jati
Serangan ulat penggerek pucuk jati (shoot
borer) menyerang tanaman jati muda. Gejala awal berupa pucuk apikal jati
muda tiba-tiba menjadi layu, kemudian menjadi kering. Panjang pucuk yang mati
antara 30 – 50 cm.
Pengamatan pada tanaman yang mati
diketahui bahwa terdapat lubang gerekan kecil (± 2 mm) di bawah
bagian yang layu/kering. Ulat penggerek pucuk berwarna kemerahan dengan kepala
berwarna hitam; dibelakang kepala terdapat cincin kuning keemasan.
Akibat putusnya titik tumbuh apikal
maka akan menurunkan kualitas batang utama. Ujung batang utama yang mati akan
keluar tunas-tunas air/cabang-cabang baru.
Pengendalian :
Kegiatan yang
perlu dilakukan dalam rangka pengendalian hama penggerek pucuk jati ada 2,
yaitu
Monitoring
rutin : dilakukan antara lain untuk mengamati penyebaran hama dari waktu ke
waktu, evaluasi efektivitas hasil perlakuan, .
Tindakan
pengobatan tanaman yang terserang. Pengobatan dilakukan pada saat pucuk apikal
yang sedang aktif tumbuh tiba-tiba menjadi layu. Pengobatan yang pernah dilakukan
adalah dengan injeksi insektisida sistemik ke batang :
a. Langkah
pertama, membuat lubang pada batang dengan paku kemudian cairan insektisida
dimasukkan ke lubang.
b. Dari
evaluasi yang pernah dilakukan, gejala lanjut berupa pucuk menjadi mengering
dapat dicegah; pucuk apikal dapat dipertahankan tetap hidup/hijau namun
mengalami stagnasi pertumbuhan.
c. Hasil
pengecekan pada tanaman yang diobati dan yang tidak diobati, diketahui bahwa
ulat penggerek pucuk dijumpai pada kedua jenis tanaman. Pada tanaman yang
diobati (pucuk tetap hidup namun mengalami stagnasi), ulat tetap dijumpai namun
tidak berkembang : ukuran ulat tetap kecil. Sedangkan pada tanaman yang tidak
diobati : pucuk apikal menjadi kering dan ulat tumbuh normal (berukuran besar).
Hal ini menunjukkan bahwa insektisida meracuni ulat (menyebabkan ulat kerdil
tidak berkembang) namun tidak dapat mematikan ulat.
d. Mengingat
titik tumbuh apikal stagnan, maka akan muncul tunas-tunas baru di bawah titik
gerekan ulat. Cabang-cabang yang tumbuh selanjutnya perlu diwiwil agar titik
tumbuh apikal dapat segera aktif tumbuh lagi, di samping cabang-cabang yang
baru ini dapat mengambil alih fungsi titik tumbuh apikal sehingga mengurangi
kualitas batang.
e. Bilamana
pucuk yang terserang sudah terlanjur kering, pucuk yang kering perlu segera
dipotong, dan ulat di dalamnya dibuang. Pemotongan hendaknya dilakukan sebelum
muncul tunas air pengganti fungsi batang utama, karena bilamana pucuk kering
tidak dipotong maka arah tunas air cenderung ke samping sehingga membuat bentuk
batang menjadi bengkok.
f. Pemberian
insektisida yang awalnya berhasil, kemudian dapat menjadi gagal. Pucuk yang
awalnya hijau berubah kering. Faktor-faktor yang diperkirakan menyebabkan titik
apikal menjadi kering antara lain : rendahnya dosis insektisida, dan lama musim
kemarau tahun berjalan.
g. Untuk
meminimalkan kegagalan perlakuan di atas, maka hal-hal yang dapat diupayakan
antara lain :
Meningkatkan
dosis insektisida. Pada aplikasi insektisida sebelumnya (dengan membuat
lubang dengan paku di batang), dimungkinkan dosis yang digunakan terlalu
rendah ataupun cairan insektisida yang dapat dimasukkan ke lubang paku terlalu
sedikit sehingga insektisida hanya dapat meracuni (menghambat pertumbuhan ulat
penggerek pucuk), tidak sampai mematikan serangga hama.
Aplikasi
insektisida dengan cara bacok oles. Di samping metode lubang bor dengan paku,
metode lain guna mengendalikan ulat penggerek pucuk jati adalah metode bacok
oles.
Aplikasinya
dengan cara melukai kulit batang sampai dengan bagian luar kayu gubal (jaringan
sebelah dalam jaringan kambium).
Kemudian
insektisida dioleskan dengan kuas atau disemprotkan ke bekas bacokan.
Selanjutnya insektisida akan diangkut melalui jaringan gubal ke bagian batang
atas.
Cara
ini lebih mudah dan cepat; namun demikian mengingat serangan hama penggerek
pucuk jati terjadi pada tanaman muda, maka upaya pelukaan perlu dilakukan
dengan hati-hati (tidak terlalu dalam agar pohon tidak patah). Upaya
pelukaan sebaiknya dilakukan di pangkal batang (ukuran diameter lebih besar
sehingga lebih aman).
Insektisida
dapat digunakan dengan dosis 10 cc/pohon.
Segera
mengurangi/menghilangkan tunas-tunas air yang muncul di bawah pucuk apikal yang
mengalami stagnasi, agar pucuk yang stagnasi dapat aktif tumbuh lagi. Bila
tidak segera dihilangkan maka tunas air yang muncul akan menggantikan fungsi
batang utama, sehingga batang di bagian atas membengkok.
9. Hama
Kutu Putih (Pseudococcus/mealybug)
Kutu putih/kutu
sisik (famili Coccidae, ordo Homoptera) yang pernah dilaporkan menyerang
tanaman jati antara lain : Pseudococcus hispidusdan Pseudococcus
(crotonis) tayabanus.
Kutu ini
mengisap cairan tanaman tumbuhan inang. Waktu serangan terjadi pada musim
kering (kemarau). Seluruh tubuhnya dilindungi oleh lilin/tawas dan dikelilingi
dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih; pada bagian belakang
didapati benang-benang tawas yang lebih panjang. Telur-telurnya diletakkan
menumpuk yang tertutup oleh tawas.
Kerusakan pada
tanaman jati muda dapat terjadi bilamana populasi kutu tinggi. Kerusakan yang
terjadi antara lain : daun mengeriting, pucuk apikal tumbuh tidak normal
(bengkok dan jarak antar ruas daun memendek).
Gangguan kutu
ini akan menghilang pada musim penghujan. Namun demikian kerusakan tanaman muda
berupa bentuk-bentuk cacat tetap ada. Hal tersebut tentunya sangat merugikan
regenerasi tanaman yang berkualitas.
Kutu-kutu ini
memiliki hubungan simbiosis dengan semut (Formicidae), yaitu semut gramang (Plagiolepis
[Anaplolepis] longipes) dan semut hitam (Dolichoderus bituberculatus)
yang memindahkan kutu dari satu tanaman ke tanaman lain.
Pengendalian
Pengendalian
dilakukan bila populasi kutu per tanaman muda cukup besar. Pengendalian dilakukan
dengan penyemprotan pada tanaman-tanaman yang terserang. Langkah-langkah
pengendalian hama kutu putih antara lain sebagai berikut :
a. Penyemprotan
dengan insektisida nabati (pemilihan jenis insektisida kimia sesuai Lampiran
2).
b. Untuk
memulihkan bentuk-bentuk yang cacat maka dapat dilakukan pemotongan sampai pada
batas atas kuncup ketiak, yang kelak akan menjadi tunas akhir yang lurus dan
baik. Kegiatan pemotongan bagian-bagian yang cacat ini hendaknya dilakukan pada
awal musim penghujan.
10. Hama Kupu Putih
(Peloncat Flatid Putih)
Kasus serangan hama kupu putih dalam
skala luas pernah terjadi pada tanaman jati muda di KPH Banyuwangi Selatan pada
musim kemarau tahun 2006. Serangga ini hinggap menempel di batang muda dan
permukaan daun bagian bawah. Jumlah individu serangga tiap pohon dapat mencapai
puluhan sampai ratusan individu.
Hasil identifikasi serangga, diketahui
bahwa serangga yang menyerang tanaman jati muda ini adalah dari kelompok
peloncat tumbuhan(planthopper) flatid warna putih (famili Flatidae, ordo
Homoptera/Hemiptera). Dari kenampakan serangga maka kupu putih yang menyerang
jati ini sangat mirip dengan spesies flatid putih Anormenis chloris.
Jenis-jenis serangga flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerusakan ekonomis
pada tanaman budidaya.
Nilai kehadiran serangga kupu putih
(flatid putih) ini menjadi penting karena waktu serangan terjadi pada musim
kemarau yang panjang. Tanaman jati yang telah mengurangi tekanan
lingkungan dengan menggugurkan daun semakin meningkat tekanannya akibat cairan
tubuhnya dihisap oleh serangga flatid putih. Dengan demikian serangan serangga
flatid putih ini dapat meningkatkan resiko mati pucuk jati muda selama musim
kemarau.
Pengendalian :
Serangga
jenis-jenis peloncat flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerugian ekonomis
pada tanaman budidaya. Namun demikian bilamana populasi serangga tiap individu
pohon sudah tinggi dan dalam skala luas serta dalam musim kemarau yang panjang
maka kehadiran serangga flatid putih ini dapat memperbesar tekanan terhadap
tanaman jati muda berupa peningkatan resiko mati pucuk di lapangan.
Pengendalian
hama seperti peloncat flatid putih di atas dapat dilakukan dengan aplikasi
insektisida sistemik melalui batang (bor atau bacok oles), dan penyemprotan
bagian bawah daun, ranting-ranting, dan batang muda jati dengan insektisida
racun lambung. Pemilihan jenis pestisida mengacu pada Lampiran 2.
11. Hama
Kumbang Bubuk Basah (Xyleborus destruens Bldf.)
Xyleborus
destruens atau
kumbang bubuk basah atau kumbang ambrosia menyebabkan kerusakan pada batang
jati. Serangan kumbang ini pada daerah-daerah dengan kelembaban tinggi. Pada
daerah-daerah dengan curah hujan lebih dari 2000 mm per tahun serangan hama ini
dapat ditemukan sepanjang tahun.
Gejala serangan
yang mudah dilihat yaitu kulit batang berwarna coklat kehitaman, disebabkan
adanya lendir yang bercampur kotoran X. destruens. Bila lendir dan
campuran kotoran sudah mengering warnanya menjadi kehitam-hitaman.
Serangan hama
ini tidak mematikan pohon atau mengganggu pertumbuhan tetapi akibat
saluran-saluran kecil melingkar-melingkar di dalam batang jati maka menurunkan
kualitas kayu.
Pencegahan dan
Pengendalian :
Tidak menanam jati di
daerah yang mempunyai curah hujan lebih dari 2000 mm per tahun.
Menebang
dan memusnahkan pohon-pohon yang diserang terutama pada waktu penjarangan.
Mengurangi
kelembaban mikro tegakan, misalnya dengan mengurangi tumbuhan bawah.
Melakukan
penjarangan dengan baik.
12. Hama
Inger-Inger (Neotermes tectonae)
Neotermes
tectonae merupakan
suatu golongan rayap tingkat rendah. Koloni inger-inger tidak begitu banyak,
hanya beberapa ratus sampai beberapa ribu individu.
Gejala
kerusakan dapat dijumpai berupa pembengkakan pada batang, kebanyakan pada
ketinggian antara 5 – 10 m, namun juga ada pada 2 m atau sampai 20 m. Jumlah
pembengkakan dalam satu batang bervariasi, mulai satu sampai enam titik lokasi
pembengkakan.
Waktu mulai hama menyerang sampai terlihat gejala memerlukan waktu 3-4
tahun, bahkan sampai 7 tahun.
Kasus serangan
hama inger-inger di lapangan umumnya dijumpai terutama pada lokasi-lokasi
tegakan yang memiliki kelembaban iklim mikro yang tinggi. Hal ini disebabkan
oleh kerapatan tegakan yang terlalu tinggi. Penyebabnya adalah tidak
dilakukannya ataupun terlambatnya kegiatan penjarangan, padahal kegiatan
penjarangan merupakan bagian dari upaya silvikultur untuk menjaga kesehatan
tegakan.
Akibat serangan
inger-inger ini adalah pada bagian yang diserang kayunya sudah tidak bernilai
sebagai kayu pertukangan dan harus dikeluarkan dari hitungan perolehan massa
kayu bahan pertukangan.
Pencegahan dan
Pengendalian
Metode
penjarangan yang telah ditetapkan dan berlaku bagi hutan-hutan jati di
Indonesia apabila dilakukan dengan teratur dapat mencegah meluasnya serangan
inger-inger. Kegiatan penjarangan sebaiknya dilakukan sebelum hujan pertama
atau kira-kira bulan oktober guna mencegah penyebaran sulung (kelompok
hama inger-inger yang mengadakan perkawinan).
Penjarangan
agak keras dianjurkan bagi daerah-daerah yang menderita serangan lebih dari 30%
tegakan. Bagi daerah-daerah yang serangannya lebih dari 50% periodisitas
penjarangan perlu ditingkatkan, yaitu untuk KU II tiap 3 tahun, KU III dan KU
IV tiap 5 tahun.
Dalam
kegiatan penjarangan perlu diusahakan agar pohon-pohon yang ditebang tidak
menimpa pohon-pohon yang ditinggalkan karena hal tersebut akan mengakibatkan
cacat-cacat yang berupa patah-patah cabang, luka-luka batang dan sebagainya
yang akan menjadi pintu masuk bagi inger-inger.
Cara
pengendalian di alam selama ini kurang efektif. Hampir semua binatang pemakan
serangga dapat menjadi musuh/pemangsa bagi hama inger-inger. Burung pelatuk,
kelelawar, tokek, lipan, kepik buas, cicak, katak pohon merupakan musuh alami
yang cukup penting dalam mencegah penyebaran hama inger-inger pada pohon jati
yang sehat. Karena itu keberadaan predator-predator tersebut harus dijaga
keberadaannya di hutan jati.
Untuk
pengendalian secara kimia, dalam pelaksanaannya ditujukan untuk hama
inger-inger di dalam batang, dan sulung hama inger-inger yang berada di luar
batang
B. Hama dan
Penyakit Tanaman Pinus
Hama yang
menyerang tanaman pinus yang saat ini sedang banyak terjadi adalah kutu lilin.
1. Hama Kutu Lilin Pinus
Hama kutu lilin
menyerang tanaman Pinus merkusii semua tingkatan umur, mulai umur 1 tahun
sampai dengan tegakan akhir daur. Kutu ini mengisap cairan pohon, terutama di
pucuk-pucuk ranting tajuk pinus.
Tanda-tanda
adanya serangan kutu lilin dapat dilihat berupa adanya bintik-bintik putih atau
lapisan putih menempel pada ketiak daun di pucuk-pucuk ranting pinus. Lapisan
putih ini merupakan benang-benang lilin yang dikeluarkan kutu, merupakan tempat
berlindung kutu. Pucuk yang terserang daunnya menguning, kemudian daun dan
pucuk menjadi rontok dan kering.
Untuk serangan
pada tegakan (pohon besar), indikasi serangan dapat diamati secara okuler
dengan perubahan warna dan kelebatan tajuk pohon. Tajuk pohon yang sehat
berwarna hijau dan segar, sedangkan tajuk pohon pinus yang sakit (terserang)
berwarna hijau kusam, kekuningan. Tajuk pohon yang terserang juga berubah
menjadi tipis akibat daun-daun yang rontok.
Identifikasi Kutu Lilin
Dari
identifikasi yang dilakukan oleh pakar (Dr. Gillian W. Watson, ahli insect
biosystematist, USA) diketahui bahwa spesies kutu lilin adalah Pineus
boerneri. Adapun taksonomi hama kutu lilin (Pine Adelgid) selengkapnya
adalah sebagai berikut :
Ordo : Hemiptera
Subordo : Stenorrhyncha
Superfamili : Aphidoidea
Famili : Adelgidae
Genus : Pineus
Species : boerneri Annand,
1928
Scientific
Name : Pineus boerneri Annand,
1928
Pada umumnya
kutu lilin tubuhnya lunak, berukuran kecil (±1 mm), tinggal dan bereproduksi di
pangkal pucuk bagian luar dari pohon Pinus. Kutu ini
mengeluarkan lilin putih dari lubang yang terdapat di bagian dorsal.
Kutu betina
mempunyai ovipositor, rostrum yang panjang, spirakel pada abdomen dan tidak
aktif bergerak (sessile).
Sebagian besar
famili Adelgidae mempunyai siklus hidup selama 2 tahun. P.
boerneri adalah kutu yang aseksual sepanjang tahun dan memproduksi
telur secara parthenogenesis. Biasanya mengisap spesies Pinus yang
berdaun 2 dan 3.
Dengan sifat
aseksual dan produksi telur parthenogenesis (berkembang biak tanpa perkawinan),
maka populasi kutu ini cepat sekali berlipat ganda. Bila suatu petak tanaman
pinus merkusii diketahui telah terserang, maka sangat mungkin bahwa pohon-pohon
di petak-petak sekitarnya telah terserang namun populasi hama masih cukup
rendah sehingga belum menunjukkan efek merusak yang terlihat mata.
Penyebaran dan
fluktuasi populasi hama kutu lilin di lapangan dipengaruhi oleh faktor barrier (penghalang)
berupa barrier alam (jurang, bukit), vegetasi (ada tidaknya vegetasi lain
selain pinus), dan musim. Pertanaman pinus yang memiliki barrier alam dan
vegetasi lain yang tinggi cenderung lebih lambat terserang dibanding pertanaman
yang berada di bentang alam yang terbuka. Namun seiring waktu bilamana
pohon-pohon pinus sudah tinggi (tinggi pohon pinus sudah menyamai/melebihi
barrier yang ada) maka tingkat serangan hama kutu lilin juga meningkat.
Serangan hama kutu lilin meningkat pada musim kemarau; pada musim hujan kutu
lilin tertekan namun tetap ada dalam tegakan dalam populasi terbatas.
Dampak Serangan
Hama Kutu Lilin Pinus
Ribuan
hektar tanaman muda dan produktif telah terserang
Ribuan
pohon, tanaman muda dan pohon umur produktif hidup merana, dan sudah
banyak yang mati.
Akibat
serangan pada pohon pinus yang sedemikian luas, maka produksi getah pinus
sebagai sumber pendapatan perusahaan dapat terancam kelangsungannya.
Hama
Kutu Lilin sangat mengancam kelangsungan tegakan pinus di Jawa
Pengendalian
Hama Kutu Lilin
Dari berbagai
data dan informasi diketahui bahwa ternyata hama jenis pencucuk pengisap
(superfamili Aphidoidea) banyak menyebabkan kerusakan dan permasalahan sangat
serius pada pohon-pohon jenis konifer (jenis-jenis pinus dan daun jarum) di
berbagai negara. Serangan hama pencucuk pengisap telah mengakibatkan krisis di
kehutanan negara-negara Afrika. Sampai dengan saat ini serangan hama aphid
(pencucuk pengisap) ini sudah berjalan selama 40 tahun (keberadaan hama pertama
kali diketahui tahun 1968).
Mengingat
seriusnya permasalahan hama kutu lilin bagi keberlangsungan pengelolaan hutan
pinus, maka diperlukan pengendalian hama secara terpadu, berkelanjutan dan
menyeluruh oleh berbagai pihak terkait.
Upaya yang
dapat diterapkan antara lain :
a.
Karantina
b. Survei
dan Monitoring : cara ini penting dilakukan untuk mengetahui perkembangan
(penyebaran dan dampak) serangan hama kutu lilin dari waktu ke waktu secara
detail. Dengan demikian maka keputusan langkah pengendalian (kapan dan dimana)
dapat diambil secara tepat.
c. Pengendalian
secara kimiawi : keuntungannya merupakan cara cepat untuk melindungi pohon;
kerugiannya antara lain dapat mematikan parasit dan predator, di samping dampak
polusi lingkungan..
d. Manipulasi
Silvikultur : penggunaan jenis-jenis spesies alternatif, pemilihan tapak yang
tidak cocok bagi hama kutu lilin, penjarangan tegakan yang terserang untuk
meningkatkan kesehatan (vigoritas) pohon, penanaman lebih dari satu jenis
spesies pada suatu lokasi pertanaman.
e. Pengendalian
secara mekanik : melalui penggunaan perangkap dan penyemprotan air volume
tinggi ke cabang-cabang. Cara ini tidak menimbulkan efek negatif pada
lingkungan, tapi belum teruji untuk hama kutu lilin, juga perlu banyak tenaga
pelaksana.
f. Observasi
resistensi genetik : pada suatu tegakan pinus yang terserang hama kutu lilin.
Dari berbagai observasi lapangan diketahui bahwa terdapat peluang adanya pohon
resisten (pohon sehat hijau tidak dijumpai adanya serangan kutu lilin,
pohon bersih dari kutu lilin) dan juga pohon toleran (kutu
lilin menyerang, tapi pohon tetap sehat hijau tidak menunjukkan gejala sakit).
Untuk mendapatkan pohon yang benar-benar resisten ataupun toleran, maka
observasi kontinyu perlu dilakukan terhadap pohon-pohon kandidat resisten –
toleran yang telah dipilih.
g. Pengendalian
secara biologi, dilakukan dengan cara mengintroduksi musuh alami hama kutu
lilin.
C. Hama
dan Penyakit Tanaman Mahoni
Mahoni (Switenia sp)
merupakan spesies dengan mutu kayu yang baik untuk bahan bangunan. Beberapa hama
dan penyakit yang terindentifikasi antara lain :
a) Serangan
pada persemaian mahoni disebabkan oleh Xylosandrus compactus(scolytid
beetle) sejenis kumbang sisik yang menyerang batang semai. Merupakan famili
Coleoptera, Scolyptidae. Hama ini meletakan telurnya di dalam batang, dan
larvanya hidup di dalam batang tersebut, sehingga mengakibatkan kerusakan, dan
semai tersebut roboh/mati. Selain pada semai, kadang hama ini juga meletakan
telur-telurnya pada ranting dan cabang pohon lainnya.
b) Penggerek
pucuk Hypsipyla robusta (shoot borer)
Merupakan
famili Lepidoptera; Pyralida. Pada tingkat larva menyerang tegakan pada tingkat
sapling terutama pada umur 3 – 6 tahun dengan tinggi antara 2 – 8 m, pada pohon
dengan umur tua jarang dijumpai serangan ini. Dengan daur hidup 1 – 2 bulan,
berbagai tingkatan larva dapat sekaligus melakukan penyerangan berulang kali.
Gejala yang
nampak adalah pucuk tiba-tiba menjadi layu, mengering dan lama-lama mati. Jika
dipotong bagian batang pucuk yang mati akan dijumpai terdapat larva kumbang
(seperti ulat) berada di dalamnya.
Sampai saat ini
belum ditemukan metode yang efektif guna mengatasinya. Pencegahan yang
diajurkan antara lain penanaman multikultur (campur) antara mahoni dan akasia
mangium (Matsumoto et al, 1997) dan pencampuran dengan Azadirachta
indica (mimbo). (Suharti, 1995)
c) Ulat
pemakan daun
Hama lain yang
menyerang tanaman mahoni adalah ulat pemakan daunAttacus atlas (Lepidoptera,
Saturnidae) dan sejenis lebah pemotong daunMegachile sp (Hymenoptera,
Megachilidae). Serangan hama ini belum dianggap merugikan karena intensitas dan
dampaknya yang masih minor/kecil.
D. Hama dan
Penyakit Tanaman Sengon
Hama dan
penyakit yang menyerang tanaman mahoni yang teridentifikasi seperti pada Tabel
2 berikut :
Tabel 2. Jenis Hama dan Penyakit
Tanaman Sengon
No
|
Bagian
Tanaman yang diserang
|
Jenis hama
dan penyakit
|
Nama HPT umum
|
Keterangan
|
1.
|
Menggerek Batang
|
Xystrocera
festiva(Coleoptera, Ceramycidae)
X. globosa
|
Hama boktor
|
|
2.
|
Pemakan daun
|
Pteroma
plagiophleps (Lepidoptera,Psychidae)
Eurema blanda
(Lepidoptera, Pieridae)
|
Ulat kantong kecil
Ulat
kupu-kupu kuning
|
Serangan spradis
|
3.
|
Pemakan akar
|
Beberapa spesies(Coleoptera,
Scarabaeidae)
|
Ulat putih
|
Menyerang sapling
|
4.
|
Pemakan kulit
batang
|
Indarbela
quadrinotata (Lepidoptera, Indarbelidae)
|
Ulat kulit batang
|
|
5.
|
Penggerek
batang
|
Xylosandrus
morigerus (Coleoptera, Scolytidae)
|
Kumbang sisik
|
|
6.
|
Damping-off
|
Pythium sp.
Phytoptora
sp.
Rhizoctonia
sp.
|
Lodoh akar/batang
|
Menyerang semai
|
7.
|
Penyakit
Antraknosa
|
Colletotrichum
sp.
|
Antraknosa
|
Menyerang semai
|
8.
|
Busuk akar
|
Botryo
diplodia sp.
Ganoderma sp.
Ustulina sp.
Rosellinia
sp.
|
Jamur akar
|
Menyerang tanaman muda
|
9.
|
Kanker
karat/puru
|
Uromycladium
tepperianum
|
Jamur karat
|
Menyerang semua umur
|
Sumber : Nair
(2000)
Berikut
dijelaskan beberapa jenis HPT yang berpotensi besar kerusakannya.
1. Hama Boktor (Xystrocera festiva,
ordo Coleoptera)
Titik awal serangan hama boktor
adalah adanya luka pada batang. Umumnya telur diletakkan pada celah
luka di batang. Telur baru ditandai utuh, belum berlubang-lubang; bila telur
sudah berlubang-lubang dimungkinkan bahwa telur sudah menetas.
Sejak larva keluar dari telur yang baru
beberapa saat menetas, larva sudah merasa lapar dan segera melakukan aktivitas
penggerekan ke dalam jaringan kulit batang di sekitar lokasi dimana larva
berada. Bahan makanan yang disukai larva boktor adalah bagian permukaan kayu
gubal (xylem) dan bagian permukaan kulit bagian dalam (floem).
Adanya serbuk gerek halus yang menempel pada permukaan kulit batang merupakan
petunjuk terjadinya gejala serangan awal.
Pengendalian
Hama Boktor
Ada 6 prinsip
pengendalian hama boktor pada tegakan sengon, yaitu cara silvikultur, manual,
fisik/mekanik, biologis, kimiawi dan terpadu.
Pengendalian
secara silvikultur dilakukan dengan :
Upaya
pemuliaan, melalui pemilihan benih/bibit yang berasal dari sengon yang memiliki
ketahanan terhadap hama boktor.
Penebangan
pohon terserang dalam kegiatan penjarangan (Tebangan E).
Pengendalian
secara manual, antara lain dilakukan dengan :
Mencongkel
kelompok telur boktor pada permukaan kulit batang sengon,
menyeset
kulit batang tepat pada titik serangan larva boktor sehingga larva boktor
terlepas dari batang dan jatuh ke lantai hutan
diperlukan
ketrampilan petugas dalam mengenali tanda-tanda serta gejala awal serangan hama
boktor.
Pengendalian
secara fisik/mekanik, antara lain dilakukan dengan :
kegiatan
pembelahan batang sengon yang terserang boktor,
pembakaran
batang terserang boktor sehingga boktor berjatuhan ke tanah,
dengan
cara pembenaman batang terserang ke dalam tanah.
Pengendalian
secara biologis, dilakukan dengan :
menggunakan
peranan musuh alami berupa parasitoid, predator atau patogen yang menyerang
hama boktor,
caranya
dengan membiakkan musuh alami kemudian melepaskannya ke lapangan agar mencari
hama boktor untuk diserang, musuh alami ini diharapkan akan mampu berkembang
biak sendiri di lapangan.
Teknik
pengendalian secara biologis yang pernah dicoba antara lain : parasitoid telur
boktor (kumbang pengebor kayu Macrocentrus ancylivorus), jamur
parasit (Beauveria bassiana), dan penggunaan predator boktor
(kumbang kulit kayu Clinidium sculptilis).
Pengendalian
secara kimiawi, dilakukan dengan :
aplikasi
insektisida melalui cara bacok tuang, takik oles, bor suntik maupun semprot;
cara
kimiawi tersebut ternyata tidak efektif untuk mengendalikan hama boktor.
Pengendalian
secara terpadu, dilakukan dengan :
penggabungan
dua atau lebih cara pengendalian guna memperoleh hasil pengendalian yang lebih
baik;
contohnya
pengendalian dengan cara menebang pohon yang terserang, kemudian batang yang
terserang tersebut segera dibakar atau dibelah agar tidak menjadi sumber
infeksi bagi pohon yang belum terserang.
2. Hama
Ulat Kantong
Hama ulat
kantong (Pteroma plagiophleps : Lepidoptera, Psychidae) menyerang
daun-daun tanaman sengon. Hama ini tidak memakan seluruh bagian daun, hanya
parenkim daun yang lunak; menyisakan bagian daun yang berlilin. Daun-daun tajuk
yang terserang terdapat bercak-bercak coklat bekas aktivitas ulat. Bilamana
populasi ulat tinggi dapat menyebabkan kerugian yang serius.
E. Hama
dan Penyakit Tanaman Acasia mangium
Pada
persemaian Akasia mangium seringkali terjadi serangan hama
diantaranya serangga tanaman, belalang dan ulat kantong dan jamur akar yang
menyebabkan berbagai kerusakan. Beberapa hama dan penyakit yang teridentifikasi
antara lain :
Tabel 3. Jenis hama dan
Penyakit tanaman Akasia mangium
No
|
Tipe Kerusakan
|
Penyebab
|
Keterangan
|
|
Nama Ilmiah
|
Nama Umum
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
Penggerek akar
|
Coptotermes curvignathus (Isoptera, Rhinotermitidae)
|
Rayap
|
Menyebabkan kematian tingkat saplings
|
2
|
Pemakan daun
|
Pteroma plangiophelps
(Lepdoptera, Psychidae)
|
Ulat kantong
|
Menyerang pada saplings muda
|
Valanga nigricormis
(Orthoptera, Acrididae)
|
Belalang
|
|||
3
|
Pencucuk pengisap
|
Helopeltis theivora
|
Serangga nyamuk
|
Menyerang pada saplings muda
|
4
|
Penggerek ranting
|
Xylosabdrus sp dan Xyleborus fomicatus
|
Penggerek ranting
|
Menyerang cabang muda
|
5
|
Penggerek batang
|
Xytocera festiva
|
Penggerek batang
|
|
6
|
Karat daun
|
Atelocauda digitata
|
Karat daun
|
|
7
|
Powder mildew (daun)
|
Oidium spp.
|
Embun tepung
|
|
8
|
Black mildew (daun
|
Meliola spp.
|
Embun jelaga
|
|
9
|
Bintil daun
|
Cercospora, petalotiopsis, Collectitricum spp.
|
Bintil daun
|
|
10
|
Kanker batang
|
Corticium salmonicolor
|
Penyakit pink
|
|
11
|
Kanker hitam
|
Pytophtora palmivora
Cystospora sp.
Hypixylon mammatum
|
Kanker hitam
|
|
12
|
Busuk hati
|
Phellinus noxius
Rigidoporus hypobrunneus
Tinctoporellus epimitinus
|
Jamur upas
|
|
13
|
Busuk akar
merah
|
Ganoderma philipii
|
Jamur akar
merah
|
|
14
|
Busuk akar
putih
|
Rigidoporus microporus
|
Jamur akar
putih
|
Sumber : Nair
(2000)
Di antara hama
di atas Helopeltis theivora merupakan jenis hama yang paling
potensial menyebabkan kerusakan. Hal ini terjadi karena hama menghisap cairan
tanaman yang masih berumur muda, sehingga akan mengakibatkan tanaman kekeringan
lalu mati.
F. Hama dan Penyakit
Tanaman Sonokeling
Serangan hama
dan penyakit pada tanaman sonokeling hanya menyebabkan kerusakan kecil pada
pohon (Prawiroadtmojo, 1993). Serangan hama umumnya menyerang akar yang
disebabkan oleh Macrotermes gilvus dan Odontotermes
grandiceps.
G. Hama dan
Penyakit Tanaman Mindi
Mindi atau
sering disebut dengan nama gringging (Melia azedarach L) merupakan
tumbuhan berhabitus pohon termasuk dalam kelompok Meliaceae. Pohon
besar dapat mencapai tinggi 45 m, diameter mencapai 60 -120 cm. Berdasarkan
pengamatan di lapangan tinggi bebas cabang 8-20 m bahkan dapat mencapai 25 m.
Tajuk menyerupai payung, dengan percabangan melebar, kadang menggugurkan daun.
Hama dan
penyakit yang menyerang tanaman mindi adalah hampir sama dengan jenis-jenis HPT
yang menyerang tanaman mahoni. Penyakit yang berupa bakteri dan jamur yang
menyerang bagian daun, ranting dan buah mindi, biasanya tidak menimbulkan
kerusakan yang berarti. Pohon mindi mudah diserang penggerek pucuk Hypsipyla
robusta dan batangnya diserang kumbang ambrosia Xyleborus
ferrugineus yang dapat menyebabkan kualitas kayu menurun.
Pengendalian
hama penggerek pucuk dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur antara lain
menggunakan bibit yang tahan hama dan penyakit, menanam pohon dengan lahan yang
sesuai dan dilakukan penyiangan, pemupukan, pemangkasan cabang dan penjarangan
untuk mengurangi serangan hama. Dapat pula dengan melakukan penanaman campuran
dan memotong pucuk yang terserang. Cara lain dengan menyuntikkan insektisida
setelah batangnya ditakik. (Balitbang Kehutanan, 2001).
H. Hama dan
Penyakit Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi)
Sedikit sekali
di Indonesia dijumpai hama dan penyakit pada tanaman kayu putih. Berikut
dijelaskan bebrapa jenis yang teridentifikasi pada hutan tanaman kayu putih di
pulau Jawa.
1. Hama
Rayap
Hama rayap sering menjadi permasalahan
utama penyebab kematian tanaman kayu putih di lapangan. Rayap menyerang tanaman
umur 0 – 5 tahun, dengan resiko terparah pada tanaman kayu putih umur 0 – 1
tahun. Serangan hama rayap terjadi pada kondisi hujan belum/tidak
teratur (awal penghujan maupun akhir penghujan).
Rayap memakan akar atau kulit (jaringan
floem) di leher akar dan pangkal batang. Bila akar tanaman muda diserang maka
distribusi nutrisi dari tanah terputus sehingga tanaman layu dan mati. Bila
kerusakan terjadi pada leher akar/pangkal batang menyebabkan akar tidak
mendapat suplai makanan sehingga secara perlahan tanaman menjadi layu dan mati
karena akar kehilangan energi untuk menyerap nutrisi dari tanah. Serangan pada
bagian akar lebih beresiko dibandingkan serangan pada bagian leher akar.
Tingginya kasus serangan hama rayap
pada tanaman kayu putih tidak terlepas dari tingginya bahan organik yang kaya
selulosa yang menjadi sumber makanan rayap di sebagian besar lokasi tanaman
kayu putih. Bahan organik tersebut berasal dari sisa-sisa tumpangsari (seperti
: jagung, palawija, padi) yang berlangsung terus-menerus di lokasi tanaman kayu
putih. Sisa panen umumnya ditumpuk di jalur tanaman pokok kayu putih. Dengan
demikian rayap selalu ada di petak tanaman kayu putih dan menimbulkan resiko
kerusakan tinggi pada tanaman muda.
Pencegahan dan Pengendalian :
ü Pemanfaatan abu sisa serasah daun kayu
putih atau sisa panen tumpangsari. Abu ditaburkan di pangkal batang pada saat tanaman rawan
serangan rayap, dan atau ditabur di pangkal batang saat penanaman. Abu kayu
dilaporkan dapat mencegah rayap mendekati tanaman.
ü Monitoring rutin terutama pada
musim-musim dimana rawan serangan rayap. Dengan monitoring rutin dapat diketahui
secara dini gejala serangan, sehingga dapat segera diambil tindakan guna
pengendaliannya, mengurangi resiko kerusakan lebih besar.
ü Jika tanaman muda telah terserang
(pangkal batang/leher akar sudah terkelupas), maka untuk mengurangi resiko
kerusakan lebih parah (kematian), maka pangkal batang yang rusak perlu ditimbun
tanah. Hal ini berguna untuk merangsang pembentukan kalus sehingga dapat tumbuh
kulit baru ataupun tumbuh akar baru sehingga tanaman dapat tumbuh lagi.
ü Mengurangi kerusakan mekanis, terutama
pada lahan tumpangsari. Rusak/terputusnya akar akibat pengolahan tanah dapat
meningkatkan stress (menurunkan vigoritas) tanaman sehingga tanaman mudah
terserang hama penyakit. Untuk itu jalur tanaman pokok harus dibebaskan dari
tanaman tumpangsari.
ü Bibit yang ditanam di lapangan harus
bibit siap tanam (ukuran tinggi minimal 40 cm, dalam kondisi sehat/vigor)
sehingga lebih tahan terhadap stress lingkungan di lapangan. Bibit yang sehat
cenderung kurang disukai oleh hama (rayap).
ü Mencegah penumpukan sisa panen
tumpangsari di jalur tanaman pokok ataupun tetap menumpuk di dalam petak
tanaman, karena sisa panen yang menumpuk tersebut akan mengundang rayap.
Serasah/sisa panen tumpangsari tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber penyedia
abu, yang dapat digunakan untuk mencegah serangan rayap pada tanaman-tanaman
muda.
ü Menghilangkan
sarang-sarang rayap.
ü Pemilihan lokasi rendah resiko
2. Hama Pengisap Pucuk
dan Ulat Penggerek Pucuk Kayu Putih
(Penyebab
Pucuk Daun Kayu Putih Kering - Keriting)
Ada dua kelompok hama, yaitu kelompok
hama pencucuk pengisap, dan kelompok hama penggerek pucuk/daun.
Kedua hama ini menyebabkan pucuk-pucuk
tanaman kayu putih menjadi kering dan daun keriting. Hal ini
mengakibatkan produksi panen daun kayu putih menjadi berkurang.
Hama pengisap (ordo
Homoptera-Hemiptera) yang mengisap pucuk-pucuk ranting, memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : warna coklat tua, ukuran panjang ± 1,5 mm, tipe mulut
pencucuk pengisap, memiliki sungut/antena panjang, memiliki struktur mirip
kornikel panjang di bagian posterior dorsal abdomen, jumlah kaki 3 pasang,
tubuh keras. Hama ini menyebabkan pucuk tunas muda layu dan kering.
Di samping kutu coklat di atas, untuk
kelompok hama pencucuk pengisap juga dapat dijumpai jenis kutu putih/kutu sisik
(pseudococcidae = mealybug), yang sering bersimbiosis dengan semut
hitam. Bilamana populasi tinggi keberadaan hama ini juga merugikan.
Adapun ulat penggerek pucuk menyebabkan
daun berlubang-lubang, keriting, pucuk kering. Aktivitas ulat penggerek dengan
kutu pengisap pucuk menyebabkan turunnya produksi biomassa kayu putih.
Pengendalian
hama pucuk kayu putih
Kegiatan
pengendalian dilakukan dengan penyemprotan insektisida, dilakukan bilamana
kerusakan sudah mencapai ambang ekonomis. Insektisida yang digunakan adalah
insektisida jenis kontak.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mekanisme penyerangan hama terhadap vegetasi hutan memiliki
dampak yang besar jika tidak segera diberikan pengendalian untuk penyerangan
hama tersebut. Pengendaliannya dapat dilakukan baik secara silvikultur, fisik
mekanik,secara hayati, Menggunakan peraturan perundangan, pengendalian secara
genetic, pengendalian kimiawi dengan insektisida dan pengelolaan hama
terpadu(PHT). Untuk mencegah kerugaian dalam bidang ekonomi yang lebih jauh
lagi.
4.2 Saran
1. Dalam pemilihan waktu penanaman kita
harus memperhatikan kondis fisik linkungan tersebut apakah steril dari serangan
hama atau tidak
2. Penggunaan insektida jangan sampai
berlebihan karena dapat membunuh predator pemakan hama yang akan mengakibatkan
serangan hama yang tak terkendalikan
DAFTAR
PUSTAKA
Endah Suhaendah, M. Siarudin dan Encep Rachman. 2007. SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PADA LIMA PROVENANSENGON DI KABUPATEN
TASIKMALAYA Balai
Penelitian Kehutanan Ciamis
http://elqodar.multiply.com/journal/item/17/PENGENDALIAN_HAMA_DAN_PENYAKIT_TANAMAN_KEHUTANAN di kunjungi 11/4/2011 jam 14.20
http://wahyudiisnan.blogspot.com/2008/07/klasifikasi-hama-hutan-menurut-bagian.html
di kunjungi 11/4/2011 jam 14.00
Komentar
Posting Komentar