Langsung ke konten utama

PENGENDALIAN HAMA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan kehutanan yang saat ini dikembangkan lebih mengarah kepada hutan tanaman dengan sistem monokultur. Salah satu dampak negatif dari sistem monokultur adalah kerentanan terhadap hama dan penyakit, hal ini terjadi karena sumber pakan tersedia dengan melimpah dan dalam wilayah yang luas.
Serangan hama dan penyakit jika tidak dikelola dengan tepat maka akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem. Selain dari itu, serangan hamadan penyakit berdampak pada prokduktifitas dan kualitas standing stockyang ada. Diantaranya adalah menurunkan rata-rata pertumbuhan, kualitas kayu, menurunkan daya kecambah biji dan pada dampak yang besar akan mempengaruhi pada kenampakan estetika hutan.
Seiring dengan permintaan pasar internasional, pengelola hutan dituntut untuk menghasilkan produk hutan yang berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. Prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari telah dirumuskan oleh sebuah lembaga internasional Forest Stewardship Council (FSC) yang lebih dikenal dengan Prinsip dan Kriteria (P & C FSC).
Prinsip dan Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari standar FSC terdiri dari :
Prinsip 1. Ketaatan pada hukum dan prinsip-prinsip FSC
Prinsip 2. Tenure, hak guna dan tanggung jawab
Prinsip 3. Hak masyarakat adat
Prinsip 4. Hubungan masyarakat dan hak-hak pekerja
Prinsip 5. Manfaat dari hutan
Prinsip 6. Dampak lingkungan
Prinsip 7. Rencana pengelolaan
Prinsip 8. Monitoring dan evaluasi
Prinsip 9. Hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF)
Prinsip 10. Hutan tanaman
Dari 10 prinsip tersebut, pengelolaan hama dan penyakit secara detail disyaratkan pada Prinsip 6 kriteria 6 :
”Sistem pengelolaan harus mendukung perkembangan dan adopsi metode non kimia yang ramah lingkungan dalam pengelolaan pestisida dan berusaha untuk mencegah penggunaan pestisida kimia. Pestisida hidrokarbon khlorin Tipe 1A dan 1B menurut WHO; pestisida tetap, beracun atau yang bahan aktif biologisnya tetap ada dan terakumulasi dalam makanan diluar penggunaan normalnya; sama halnya dengan pestisida yang dilarang menurut kesepakatan internasional, harus dilarang penggunaanya. Jika bahan-bahan kimia ini digunakan, peralatan yang layak dan pelatihan harus disediakan untuk meminimalisir risiko kesehatan dan lingkungan”
Prinsip 10 kriteria 7 :
”Langkah-langkah harus diambil guna mencegah dan menekan mewabahnya hama, penyakit, kebakaran dan masuknya tanaman pengganggu. Pengelolalan hama terpadu harus menjadi bagian penting dari rencana pengelolaan, dengan lebih mengandalkan pada pencegahan dan metode-metode kendali biologis daripada pupuk dan pestisida kimia. Pengelolaan penanaman harus melakukan segala cara untuk beralih dari pupuk dan pestisida kimia termasuk pemakaiannya dalam pembibitan. Pemakaian bahan-bahan kimia juga tercakup dalam Kriteria 6.6 dan 6.7.”
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pengelola hutan dituntut harus bisa mengelola hama dan penyakit tanaman dengan pendekatan sistem pengendalian hama dan penyakit secara terpadu yang efektif dan efisien

1.2.Tujuan
Pengelolaan pengendalian hama dan penyakit tanaman ini bertujuan untuk :
1.      Melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit
2.      Mengurangi kerusakan/kerugian yang ditimbulkan akibat serangan hama dan penyakit
3.      Menjaga keseimbangan ekosistem di hutan yang masing-masing unsur lingkungan saling mendukung bagi pertumbuhan tanaman

1.3.Manfaat
Mempelajari tentang mekanisme penyerangan hama sehingga dapat diantisipasi sebelumnya


        


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian hama menurut para ahli :
1.      Menurut Nas (1978) bahwa serangga dikatakan hama apabila serangga tersebut mengurangi kualitas dan kuantitas bahan makanan, pakan ternak, tanaman serat, hasil pertanian atau panen, pengolahan dan dalam penggunaannya serta dapat bertindak sebagai vektor penyakit pada tanaman, binatang dan manusia, dapat merusak tanaman hias , bunga serta merusak bahan bangunan dan milik pribadi lainnya.

2.      Dalam Pengendalian Hama Terpadu bahwa hama bukan hanya pada serangga tetapi bisa pada vertebrata, tungau, virus, bateri, gulma an organisme pengganggu tanaman lainnya.

3.      Menurut Smith (1983) hama adalah semua rganisme atau agens biotik yang merusak tanaman dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia.

4.      Dalam arti yang luas bahwa hama adalah makhluk hidup yang mengurangi kualitas dan kuantitas beberapa sumber daya manusia yang berupa tanaman atau binatang yang dipelihara yang hasil dan seratnya dapat diambil untuk kepentingan manusia.

Hama adalah  organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan  dalam kegiatan sehari hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua  organisme, dalam praktek istilah ini paling sering dipakai hanya kepada  hewan.  Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada  ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia.

Contohnya adalah organisme yang menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti  tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi vektor malaria (Wikipedia, 2010).
Yang dimaksud dengan hama adalah semua binatang yang merugikan tanaman, terutama yang berguna dan dibudidayakan manusia; apabila tidak merugikan tanaman yang berguna dan dibudidayakan manusia dengan sendirinya kita tidak menyebutnya sebagai hama.
Dunia binatang itu dikelompokkan dalam beberapa golongan besar (kelas). Dalam setiap golongan dibagi dalam beberapa ordo. Setiap ordo dibagi dalam keluarga (famili). Setiap keluarga dibagi lagi dalam genus, dan setiap genus masih dibagi lagi dalam jenis varietas. Pengelompokkan dunia tanaman juga sama seperti pada binatang.
Apabila petani mengetahui cara hidup binatang-binatang yang merugikan dengan sendirinya akan mudah dalam mengendalikannya atau dapat melindungi tanaman dari serangan musuh-musuh tanaman (proteksi tanaman).
Pengendalian hama yang baik itu sebenarnya yang dilakukan secara biologis dengan menggunakan predator atau parasit hama, karena dengan cara ini hanya binatang yang menjadi musuh tanaman yang akan mati. Oleh karena itu perlu dipelajari ekobiologis dari binatang perusak tersebut (hama).

KLASIFIKASI HAMA 
MENURUT BAGIAN TANAMAN YANG DISERANG
1. Hama buah dan biji

a. Caryborus spp. 
Berasal dari ordo Coleoptera merupakan hama yang menyerang biji dari famili leguminosa. Caryborus ganagra menyerang biji Bauhinia malabarika dan Acacia tomentosa dan jenis-jenis Cassia. Larvanya kecil, melengkung berwarna putih kekuning-kuningan mencapai panjang 8 mm. Imago (kumbang) mencapai panjang 6 – 5 mm berwarna kelabu kecoklat-coklatan. Telur- telur diletakkan pada buah yang masih muda. Setelah telur menetas, larva segera menggerek masuk kedalam polong. Pupa terbentuk didalam polong kemudian imagonya keluar.

b. Ctenemerus lagerstroemiae.
Berasal dari ordo Coleoptera dikenal dengan kumbang belalai, menyerang buah
Lagerstroemia speciosa (Bungur).

c. Alcides hopeae, Alcides crasus, Alcides shorea.
Menyerang buah-buah dari dari famili Dipterocarpaceae seperti meranti, termasuk
juga kumbang Curculionidae yang menyerang buah meranti.

d. Dichocrocis punctiferalis.
Berasal dari ordo lepidoptera, larva-larvanya menyerang bunga dan buah jarak
(Ricinus comunis), ploso (Butea monosperma), jati dan lain-lain. Larva mencapai
panjang 15 mm, berwarna kuning kecoklat-coklatan kemerah-merahan pada bagian
punggung. Imago kecil, lebar dengan bentangan sayap 1,75 – 2,5 cm.

e. Tirathaba ruptilinea.
Berasal dari famili Pyralidae, menyerang buah pada tanaman jarak, durian dan sawo.

f. Cateremna albicostalis.
Berasal dari famili Pyralidae menyerang buah-buah daru famili Dipterocarpaceae.

2. Hama persemaian
a. Semut.
Dari ordo Hymenoptera, biasa melarikan biji-biji yang disemai. Gangguan dari semut
dapat dikendalikan dengan penyemprotan dieldrin, endrin dan lain-lain. 

b. Belalang.
Dari famili Acrididae dan Locustidae biasa menyerang daun-daun dari tanaman muda. Pemberantasan hama belalang dilakukan dengan cara mekanis yaitu menangkap.

c. Gangsir (Gryllus sp. dan Branchyrypes) dan Anjing tanah (Grylloptalpa africana dan hirsuta).
Hidup dalam lubang-lubang dalam tanah, pada malam hari keluar dan menyerang tanaman muda di persemaian. Bagian yang diserang adalah leher akar.

d. Agrotis spp.
Berasal dari ordo Lepidoptera adalah jenis ulat tanah yang sangat merugikan. Menyerang pada malam hari dengan jalan menggerek leher akar yang menyebabkan kematian tanaman muda.

3. Hama batang dari tanaman muda

a. Xyloborus fernicatus
Berasal dari ordo Coleoptera adalah jenis-jenis kumbang kecil yang menggerek dalam batang muda tanaman kesambi dan sonokeling. Panjang kumbang mencapai 2 mm. Jenis-jenis Xyloborus mula-mula menyerang kulit kemudian terus kedalam batang muda tanaman.

b. Xyloborus morsatus.
Menyerang kulit dan batang tanaman mahoni dan kayu ulin yang masih muda.

c. Xyloborus morigorus.
Menyerang mahoni, jati kemelandingan dan kesambi. Penjang kumbang 1,5 mm.

d. Monohammus rusticator.
Berasal dari ordo Coleoptera famili Corambycidae merupakan hama penggerek jati. Panjang lobang gerek mencapai 20 cm dan masuk kedalam sampai empulur kayu. Imago (kumbang) terbang keluar melalui lobang yang lebarnya 1 cm. Panjang kumbang 2,5 cm berwarna kelabu.

4. Hama-hama pengisap cairan daun dan batang
Sebagian besar hama-hama penghisap adalah serangga dari ordo Hemiptera, famili corlidae, Tingidae, Capsidae, Pentatomidae. Serangga-serangga ini menghisap cairan daun dan batang yang menyebabkan pohon menjadi kerdil dan kadang-kadang pula terjadi kelainan-kelainan dalam pertumbuhan.

a. Anoplocnemis phasiana.
Menyerang jenis-jenis Leguminosa seperti Cassia spp dan Albizzia spp,

b. Cocoidae dan Alcurodidae.
Merupakan jenis kutu daun yang sangat merugikan tanaman-tanaman muda. Jenis-jenis kutu banyak yang hidupnya berinang banyak (polifago).


5. Hama daun.
a. Hyploea puera.
Berasal dari ordo Lepidoptera menyerang daun Jati mulai dari permulaan musim hujan. Larva-larva muda mula-mula hanya memakan daun-daun muda. Lambat laun juga memakan daun-daun Jati yang sudah tua sehingga menyebabkan kegundulan. Pupa terbentuk pada bulan Desember. Pupa-pupa ini berada di tanah diantara daun-daun dan serasah. Pada bulan Oktober berikutnya kupu-kupu keluar dan menyebarkan infeksi. Ulat pada instar terakhir mempunyai panjang 35mm, bagian punggung berwarna ungu tua, dibawah berwarna hijau. Hama ini juga menyerang laban (Vitex pubescens).

b. Pyrausta machoeralis.
Berasal dari famili Pyralidae merupakan hama daun dari famili Verbenaceae, termasuk Jati.

c. Valanga nigricarnis dan Patangga siccinata.
Merupakan jenis-jenis belalang dari famili Acrididae ordo orthoptera yang sangat mengganggu daun bermacam-macam tanaman kehutanan dan pertanian.

d. Attacus atlas.
Merupakan Hama dari ordo Lepidoptera ialah jenis kupu-kupu atlas yang ulatnya seringkali menggundulkan pohon-pohon Dadap dan Rasamala.

e. Eurema blenda dan Eurema hecabe.
Merupakan hama dari famili pieredae ordo Lepidoptera menyerang daun Albizzia falcata terutama tanaman muda dipersemaian karena dapat menyebabkan gangguan tumbuh sebagai akibat habisnya daun. Kupu-kupunya berwarna kuning, terbang aktif pada siang hari.

f. Castopsila crocale.
Merupakan hama tanaman Cassia spp. dari ordo Lepidoptera berupa kupu-kupu putih yang ulatnya dapat menghabiskan seluruh daun.

g. Psychidae.
Hama dari ordo Lepidoptera merupakan keluarga ulat-ulat kantong. Pohon-pohon hutan yang sering diganggu oleh Psychidae ialah Pinus merkusii, segawe dan lain-lain.

h. Milionia basalis.
Sejenis ulat jengkal dari famili Geometridae yang menyerang pohon Pinus merkusii. Panjang ulatnya 4 cm, warna hitam dengan garis-garis kuning. Kepompong terbentuk dalam tanah dan terbungkus dalam kokon. 

i. Hypsipyla robusta.
Hama pucuk dan daun dari jenis Swietenia mahagoni dan Swietenia macrophylla dari ordo Lepidoptera. Intensitas serangan pada daun mahoni kecil sangat besar. Ulatnya berwarna-warni, coklat sampai ungu dan hitam pada instar terakhir menjadi biru kehijauan, panjang ulat 2 – 3 cm, lebar kupu-kupu (bentangan sayap) 2,5 cm. 

6. Hama cabang
 Zeuzera cafeae hama penggerek cabang berinang banyak (polifago) dari ordo Lepidoptera, menyerang pohon Jati, Laban, Kesambi, Cemara, Damar, Kayu sandal dan lain-lain. Disebut juga penggerek cabang berwarna merah, karena larvanya berwarna merah. Serangganya menyebabkan lobang-lobang gerek pada batang, kerusakan cabang dan kematian tanaman muda. Ulatnya berwarna kemerah-merahan, panjang 3 – 5 cm. kupu-kupu bersayap putih dengan bintik-bintik hitam yang berkilap logam.

7. Hama batang
a. Duemnitus ceramicus.
Dikenal dengan nama oleng-oleng dari ordo Lepidoptera, menyebabkan lobang- lobang gerek selebar 1 – 1,5 cm. Panjangnya 20 – 30 cm, melengkung, dinding lobang berwarna hitam kadang-kadang dengan lapisan kapur. Kerusakan-kerusakan ini terdapat pada hutan-hutan Jati di seluruh Jawa dan tanda kerusakan tersebut dapat dilihat pada kayu-kayu di TPK. Kupu-kupu panjang 4 – 8 cm, bentangan sayap 8 – 16 cm, berwarna kecoklatan. Larva panjang 8 cm, lebar 1,5 cm. Telur-telur diletakan pada celah-celah kulit. Pohon-pohon muda yang terserang kadang-kadang menimbulkan gejala-gejala pembengkakan pada batang. Pada pohon tua tanda-tanda serangan sukar diamati karena serangga ini tidak mengeluarkan ekskeremen diluar batang. 

b. Neotermes tectonae.
Dikenal dengan nama inger-inger rangas Jati, dari ordo Isoptera. Tanda serangan ialah adanya bengkak-bengkak (gembol) pada batang. Gembol-gembol ini dapat terbentuk pada ketinggian 2 – 20 m dari tanah, merupakan sarang rangas (rayap) jati. Di dalam sarang tersebut terdapat lobang-lobang yang bentuknya tidak teratur pada umumnya memanjang batang (longitudinal). Akibat gangguan dari serangan inger-inger pertumbuhan pohon menjadi kerdil dan dalam keadaan serangan hebat mengakibatkan kematian pucuk. Serangga ini terdiri dari beberapa kasta yaitu; sulung (laron) panjang 8 – 10 cm berwarna coklat hitam, pekerja putih tak bersayap, prajurit panjang 10 – 12 mm. kepala coklat dengan rahang-rahang yang kuat. Infeksi pertama terjadi pada bekas-bekas patahan cabang dan luka-luka pada batang. 

c. Xyloborus destruens.
Dikenal dengan bubuk kayu Jati dari ordo Coleoptera. Kumbang-kumbang kecil menyerang batang yang mengakibatkan lobang-lobang kecil (pinpholes) selebar 1 – 2 mm. Hama ini juga disebut kumbang ”ambrosia” karena membawa spora-spora jamur ambrosia yang digunkan sebagai makanan larvanya.

d. Zeuzera indica.
Merupakan penggerek batang dari famili Cossidae yang menyerang kayu-kayu pasang (Quercus spp), Magnoliaceae, Lauraceae. Larvanya hampir sama dengan Zeuzera coffeae, hanya agak lebih besar.

e. Platypus solidus.
Sejenis kumbang ambrosia dari ordo Coleoptera menggerek batang Acacia deccurens.

f. Xystrocera festiva.
Hama yang menyerang batang Albizzia falcata dari ordo Coleoptera. Larvanya menggerek keatas dan kedalam batang, panjang larvanya 5 cm. Pada permulaan serangan terdapat bagian-bagian yang berwarna hitam pada kulit dan serbuk-serbuk gerek yang dikeluarkan melalui lobang-lobang kecil.

8. Hama akar
      Phassus dammar dikenal dengan uter-uter dari ordo Lepidoptera. Ulatnya berinang banyak (polifago) yang hidup pada pohon jati dan rasamala. Panjang ulat 6 – 7,5 cm, lebar bentangan sayap 7 – 9 cm berwarna coklat kelabu.


BAB III
PEMBAHASAN

 HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KEHUTANAN
A.     Hama Tanaman Jati
Hama dan penyakit pada tanaman jati yang teridentifikasi dan terdokumentasi di hutan tanaman jati seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis hama dan penyakit pada tanaman jati
No
Jenis Hama
Nama Umum Hama
Bagian Tanaman Yang diserang
Lokasi
1
Duomitus ceramicus
Oleng-oleng
Batang
Lapangan
2
Neotermes tectonae
Inger-inger
Batang

3
Hyblaea puera
Ulat jati
Daun
Lapangan
4
Pyrausta machaeralis
Ulat jati
Daun
Persemaian, lapangan
5
Phyllophaga sp
Uret
Akar
Persemaian, lapangan
6
Acarina sp.
Tungau merah
Daun
Persemaian
7
Kutu putih/lilin

Daun/pucuk
Persemaian
8
Lalat Putih

Batang
Persemaian
9
Dumping off
Penyakit layu/busuk semai
Leher akar
Persemaian
10
Rayap

Akar
Lapangan
11
Penggerek pucuk jati

Pucuk
Lapangan
12
 Pseudococcus
Kutu putih/sisik
Daun dan batang
Lapangan
13
 Peloncat Flatid Putih
Kupu putih
Daun dan batang
Lapangan
14
Xyleborus destruens
Kumbang bubuk basah
Batang
Lapangan
15
Pseudomonas tectonae
Penyakit layu bakteri
Batang
Lapangan
16
Loranthus Sp.
Benalu
Batang
Lapangan





1.  Hama Ulat Jati (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis)
Hama ini menyerang pada awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember – Januari. Daun-daun yang terserang berlubang-lubang dimakan ulat. Bila ulat tidak banyak cukup diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.
2.      Hama Uret (Phyllophaga sp)
Hama ini biasanya menyerang pada bulan Pebruari – April. Uret merupakan larva dari kumbang. Larva ini aktif memakan akar tanaman baik tanaman kehutanan (tanaman pokok dan sela) maupun tanaman tumpangsari (padi, palawija, dll) terutama yang masih muda, sehingga tanaman yang terserang tiba-tiba layu, berhenti tumbuh kemudian mati. Jika media dibongkar akar tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama uret.
Kerusakan dan kerugian paling besar akibat serangan hama uret terutama terjadi pada tanaman umur 1-2 bulan di lapangan, tanaman menjadi mati. Serangan hama uret di lapangan berfluktuasi dari tahun ke tahun, umumnya bilamana kasus-kasus serangan hama uret  tinggi pada suatu tahun, maka pada tahun berikutnya kasus-kasus kerusakan/serangan menurun.
Pengendalian
a.    Kasus-kasus serangan hama uret umumnya menonjol pada lokasi-lokasi dengan  jenis tanah berpasir (regosol)
b.   Pencegahan dan pengendalian hama uret dilakukan dengan penambahan insektisida-nematisida granuler (G) di lubang tanam pada saat penanaman tanaman atau pada waktu pencampuran media di persemaian, khususnya pada lokasi-lokasi endemik/rawan hama uret. 
c.   Untuk efektivitas dan efisiensi langkah pengendalian, informasi tentang fluktuasi serangan hama uret dari tahun ke tahun perlu dimiliki pengelola lapangan. Ini penting untuk menentukan perlu tidaknya memberikan tindakan pencegahan/ pengendalian pada suatu penanaman pada suatu waktu.
3.      Hama Tungau Merah (Akarina)
Hama ini biasanya menyerang pada bulan Juni – Agustus. Gejala yang timbul berupa daun berwarna kuning pucat, pertumbuhan bibit terhambat. Hal ini terjadi diakibatkan oleh cairan dari tanaman/terutama pada daun dihisap oleh tungau. Bila diamati secara teliti, di bawah permukaan daun ada tungau berwarna merah cukup banyak (ukuran ± 0,5 mm) dan terdapat benang-benang halus seperti sarang laba-laba. Pengendalian hama tungau dapat dilakukan dengan menggunakan akarisida.
4.      Hama kutu putih/kutu lilin
Hama ini biasa menyerang setiap saat. Bagian tanaman yang diserang adalah pucuk (jaringan meristematis). Pucuk daun yang terserang menjadi keriting sehingga tumbuh abnormal dan terdapat kutu berwarna putih berukuran kecil. Langkah awal pengendalian berupa pemisahan bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa menular. Bila batang sudah mengkayu, batang dapat dipotong 0,5 – 1 cm di atas permukaan media; pucuk yang sakit dibuang/dimusnahkan. Jika serangan sudah parah dan dalam skala yang luas maka dapat dilakukan penyemprotan dengan menggunakan akarisida.
5.      Hama Lalat Putih
Hama lalat putih merupakan serangga kecil bertubuh lunak. Lalat putih ini bukan lalat sejati, tetapi masuk dalam Ordo Homoptera. Hama ini berkembang sangat cepat secara eksponensial. Lalat putih betina dapat menghasilkan 150 – 300 telur sepanjang hidupnya. Waktu yang dibutuhkan dari tingkat telur sampai dengan dewasa siap bertelur hanya sekitar 16 hari. Lalat putih dapat menyebabkan luka yang serius pada tanaman dengan mencucuk mengisap cairan tanaman sehingga menyebabkan layu, kerdil, atau bahkan mati. Lalat putih dewasa dapat juga mentransmisikan beberapa virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat.
Lalat putih sering sangat sulit dikendalikan. Lokasi hama yang berada di permukaan bawah daun membuatnya sulit bagi insektisida untuk mencapai posisi hama. Hama lalat putih juga dengan cepat dapat mengembangkan resistensi ke insektisida yang digunakan untuk melawan mereka. Suatu jenis insektisida yang efektif untuk lalat putih pada suatu kasus kerusakan pada suatu waktu, dapat tidak efektif untuk aplikasi di lokasi dan waktu yang berbeda.
Tahap telur dan pupa lebih tahan terhadap insektisida dibandingkan tahapan dewasa dan nimfa. Konsekuensinya eradikasi (pengendalian) populasi lalat putih biasanya memerlukan 4 – 5 kali penyemprotan dengan interval penyemprotan 5 – 7 hari. Pengendalian biologi dapat diterapkan untuk melawan lalat putih. Lalat putih memiliki musuh alami sejumlah predator dan parasitoid. Kerusakan parah pada bibit di persemaian (JPP) terutama terjadi pada semai ukuran < 10 cm, terparah terjadi pada semai < 5 cm.

      Rekomendasi dan Pengendalian
        Perlu dilakukan wiwil daun dan penjarangan bibit dalam bedengan, untuk meningkatkan kesehatan bibit  dan memudahkan penyemprotan insektisida
        Untuk penyemprotan dapat dilakukan dengan campuran insektisida - larutan deterjen atau larutan insektisida.
        Penyemprotan dilakukan sedini mungkin ketika hama lalat putih mulai terlihat di persemaian, jangan menunggu jumlah populasi meledak sehingga menyulitkan pengendalian.
        Penyemprotan diarahkan ke permukaan daun bagian bawah, karena serangga mengisap cairan dan tinggal di permukaan daun bagian bawah.
        Selain pengendalian dengan kimiawi (insektisida), disarankan penggunaan mekanis, menggunakan alat penjebak lalat putih (colour trapping). Alat yang digunakan adalah kotak karton/papan kayu.
        Pemupukan menggunakan pupuk NPK cair, untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan semai.
        Penggunaan alat penjebak lalat putih (colour trapping) sebagai cara pengendalian mekanis, menggunakan kotak atau papan bercat/berwarna kuning terang, kemudian diolesi dengan bahan perekat/getah (lem tikus, getah kayu/nangka, stirofoam yang direndam dalam bensin/minyak tanah, oli). Kotak/papan dipasang di atas bedengan.
6.      Hama rayap
Serangan dapat terjadi pada tanaman jati muda pada musim hujan yang tidak teratur dan puncak kemarau panjang. Pada kasus serangan di puncak kemarau disebabkan rendahnya kelembaban di dalam koloni rayap sehingga rayap menyerang tanaman jati muda. Prinsip pengendaliannya dengan mencegah kontak rayap dengan batang/perakaran tanaman
Cara-cara pengendalian rayap yang dapat dilakukan :
1)      Preventif
-      secara tradisional dilakukan dengan menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu penanaman
-      pemberian insektisida granuler (G), pada lubang tanam ketika penanaman, khususnya pada lokasi yang diketahui endemik/rawan rayap
-      mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari
-      menghilangkan sarang-sarang pada lokasi
2)     Pengendalian :
-  mengoleskan kapur serangga di pangkal batang
-  pemberian insektisida granuler di pangkal batang
-  penaburan abu kayu di sekeliling pangkal batang
-  menghilangkan sarang-sarang pada lokasi
7.      Hama penggerek batang/oleng-oleng (Duomitus ceramicus)
Siklus Hidup
Duomitus ceramicus merupakan sejenis ngengat, telurnya menetas antara bulan Maret – April, aktif pada malam hari. Setelah kawin ngengat betina bertelur pada malam hari dan diletakkan pada celah kulit batang. Telur berwarna putih kekuningan atau kuning gelap, bentuk silinder, panjang 0,75 cm. Telur diletakkan berkelompok pada bekas patahan cabang atau luka-luka di kulit batang. Stadia telur ± 3 minggu.
Larva menetas pada bulan Mei, hidup dalam kulit pohon, selanjutnya menggerek kulit batang menuju kambium dan kayu muda, memakan jaringan kayu muda. Larva pada tingkat yang lebih tua membuat liang gerek yang panjang, terutama bila pohon jati kurang subur. Pada tempat gerekan terjadi pembentukan kallus (gembol). Larva menggerek batang dengan diameter 1 – 1,5 cm, panjang 20 – 30 cm dan bersudut 90°.  Kotoran larva dari gerekan kayu dikeluarkan dari  liang gerek.  Fase larva sangat lama antara April – September.
Selanjutnya larva masuk ke stadium pupa, tidak aktif, posisinya mendekati bagian luar liang gerek. Fase pupa berlangsung antara September – Pebruari. Seluruh siklus hidupnya, dari stadia telur sampai menjadi ngengat memerlukan waktu  ± 1 tahun.
Pengendalian
  Oleng-oleng termasuk serangga hama low density insect pest (serangga hama yang kepadatannya rendah).  Dalam 1 batang tanaman jati umumnya terdapat 1 ekor serangga larva, jarang 2 atau lebih. Meskipun hanya 1 ekor sudah dapat  merusak  satu batang jati. 
   Kerusakan parah terutama pada serangan tanaman jati muda, umur 1 – 3 tahun. Tanaman jati muda mudah patah akibat lubang serangan pada batang jati muda.
   Berkembangnya hama oleng-oleng difasilitasi oleh tingginya kelembaban dan suhu lingkungan di lantai dasar hutan.
   Umumnya serangan oleng-oleng pada batang jati pada ketinggian 1 – 2 m dari tanah, dengan jumlah titik serangan 1 - 2. Namun demikian pada lokasi serangan endemik yang parah, titik serangan dapat mencapai 5 titik dengan ketinggian titik serangan mencapai 4 meter.
  Teknik pengendalian hama dengan sifat seperti oleng-oleng diusahakan supaya insektisida yang dipakai harus dapat mengenai sasarannya. Oleh karena itu teknik pemakaian insektisida fumigan dapat dipakai karena dengan cepat mengenai sasarannya.
-    insektisida fumigan, dosis : 1/8 butir dimasukkan ke dalam liang gerek serangga hama, kemudian lubang ditutup dengan lilin malam. Aplikasi insektisida ini praktis, bilamana titik serangan berada di bawah ketinggian 2 meter.
-    Untuk meminimalkan tingkat serangan, terutama di daerah endemik oleng-oleng, pengendalian perlu terintegrasi dengan praktek silvikultur dan pengendalian mekanis.
-    Aplikasi praktek silvikultur pada daerah endemik dilakukan dengan mengatur jenis-jenis tanaman tumpang sari. Jenis yang dipilih sebaiknya adalah jenis tanaman tumpang sari yang cukup pendek sehingga ruang tumbuh di bawah tajuk jati tidak terlalu lembab. Kondisi di bawah tajuk jati muda yang lembab dan rapat menyediakan habitat yang cocok bagi hama hutan.  Dari berbagai pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa jumlah serangan hama oleng-oleng pada tumpang sari jagung lebih tinggi dibandingkan palawija yang lain.
-       Pengendalian mekanis dilakukan guna menurunkan populasi serangga dewasa (ngengat). Pelaksanaannya dengan penggunaan perangkap lampu (light trap) di malam hari. Untuk penggunaanlight trap, peralatan yang diperlukan berupa : kain putih 2 x 1,5 m, lampu bohlam/neon, dan nampan penampung air. Ngengat yang diperoleh kemudian dimusnahkan.
8.      Hama penggerek pucuk jati
Serangan ulat penggerek pucuk jati (shoot borer) menyerang tanaman jati muda. Gejala awal berupa pucuk apikal jati muda tiba-tiba menjadi layu, kemudian menjadi kering. Panjang pucuk yang mati antara 30 – 50 cm.
Pengamatan pada tanaman yang mati diketahui bahwa terdapat lubang gerekan kecil (± 2 mm) di bawah bagian yang layu/kering. Ulat penggerek pucuk berwarna kemerahan dengan kepala berwarna hitam; dibelakang kepala terdapat cincin kuning keemasan.
Akibat putusnya titik tumbuh apikal maka akan menurunkan kualitas batang utama. Ujung batang utama yang mati akan keluar tunas-tunas air/cabang-cabang baru.
Pengendalian :
Kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pengendalian hama penggerek pucuk jati ada 2, yaitu
      Monitoring rutin : dilakukan antara lain untuk mengamati penyebaran hama dari waktu ke waktu, evaluasi efektivitas hasil perlakuan, .
      Tindakan pengobatan tanaman yang terserang. Pengobatan dilakukan pada saat pucuk apikal yang sedang aktif tumbuh tiba-tiba menjadi layu. Pengobatan yang pernah dilakukan adalah dengan injeksi insektisida sistemik ke batang :
a.       Langkah pertama, membuat lubang pada batang dengan paku kemudian cairan insektisida dimasukkan ke lubang.
b.      Dari evaluasi yang pernah dilakukan, gejala lanjut berupa pucuk menjadi mengering dapat dicegah; pucuk apikal dapat dipertahankan tetap hidup/hijau namun mengalami stagnasi pertumbuhan.
c.       Hasil pengecekan pada tanaman yang diobati dan yang tidak diobati, diketahui bahwa ulat penggerek pucuk dijumpai pada kedua jenis tanaman. Pada tanaman yang diobati (pucuk tetap hidup namun mengalami stagnasi), ulat tetap dijumpai namun tidak berkembang : ukuran ulat tetap kecil. Sedangkan pada tanaman yang tidak diobati : pucuk apikal menjadi kering dan ulat tumbuh normal (berukuran besar). Hal ini menunjukkan bahwa insektisida meracuni ulat (menyebabkan ulat kerdil tidak berkembang) namun tidak dapat mematikan ulat.
d.      Mengingat titik tumbuh apikal stagnan, maka akan muncul tunas-tunas baru di bawah titik gerekan ulat. Cabang-cabang yang tumbuh selanjutnya perlu diwiwil agar titik tumbuh apikal dapat segera aktif tumbuh lagi, di samping cabang-cabang yang baru ini dapat mengambil alih fungsi titik tumbuh apikal sehingga mengurangi kualitas batang.
e.       Bilamana pucuk yang terserang sudah terlanjur kering, pucuk yang kering perlu segera dipotong, dan ulat di dalamnya dibuang. Pemotongan hendaknya dilakukan sebelum muncul tunas air pengganti fungsi batang utama, karena bilamana pucuk kering tidak dipotong maka arah tunas air cenderung ke samping sehingga membuat bentuk batang menjadi bengkok.
f.        Pemberian insektisida yang awalnya berhasil, kemudian dapat menjadi gagal. Pucuk yang awalnya hijau berubah kering. Faktor-faktor yang diperkirakan menyebabkan titik apikal menjadi kering antara lain : rendahnya dosis insektisida, dan lama musim kemarau tahun berjalan.
g.       Untuk meminimalkan kegagalan perlakuan di atas, maka hal-hal yang dapat diupayakan antara lain :
     Meningkatkan dosis insektisida. Pada aplikasi insektisida sebelumnya (dengan membuat lubang dengan paku di batang), dimungkinkan dosis yang digunakan terlalu rendah ataupun cairan insektisida yang dapat dimasukkan ke lubang paku terlalu sedikit sehingga insektisida hanya dapat meracuni (menghambat pertumbuhan ulat penggerek pucuk), tidak sampai mematikan serangga hama.
     Aplikasi insektisida dengan cara bacok oles. Di samping metode lubang bor dengan paku, metode lain guna mengendalikan ulat penggerek pucuk jati adalah metode bacok oles.
      Aplikasinya dengan cara melukai kulit batang sampai dengan bagian luar kayu gubal (jaringan sebelah dalam jaringan kambium).
      Kemudian insektisida dioleskan dengan kuas atau disemprotkan ke bekas bacokan. Selanjutnya insektisida akan diangkut melalui jaringan gubal ke bagian batang atas.
      Cara ini lebih mudah dan cepat; namun demikian mengingat serangan hama penggerek pucuk jati terjadi pada tanaman muda, maka upaya pelukaan perlu dilakukan dengan hati-hati (tidak terlalu dalam agar pohon tidak patah).  Upaya pelukaan sebaiknya dilakukan di pangkal batang (ukuran diameter lebih besar sehingga lebih aman).
      Insektisida dapat digunakan dengan dosis 10 cc/pohon.
     Segera mengurangi/menghilangkan tunas-tunas air yang muncul di bawah pucuk apikal yang mengalami stagnasi, agar pucuk yang stagnasi dapat aktif tumbuh lagi. Bila tidak segera dihilangkan maka tunas air yang muncul akan menggantikan fungsi batang utama, sehingga batang di bagian atas membengkok.
9.  Hama Kutu Putih (Pseudococcus/mealybug)
Kutu putih/kutu sisik (famili Coccidae, ordo Homoptera) yang pernah dilaporkan menyerang tanaman jati antara lain : Pseudococcus hispidusdan  Pseudococcus (crotonis) tayabanus.
Kutu ini mengisap cairan tanaman tumbuhan inang. Waktu serangan terjadi pada musim kering (kemarau). Seluruh tubuhnya dilindungi oleh lilin/tawas dan dikelilingi dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih; pada bagian belakang didapati benang-benang tawas yang lebih panjang. Telur-telurnya diletakkan menumpuk yang tertutup oleh tawas.
Kerusakan pada tanaman jati muda dapat terjadi bilamana populasi kutu tinggi. Kerusakan yang terjadi antara lain : daun mengeriting, pucuk apikal tumbuh tidak normal (bengkok dan jarak antar ruas daun memendek).
Gangguan kutu ini akan menghilang pada musim penghujan. Namun demikian kerusakan tanaman muda berupa bentuk-bentuk cacat tetap ada. Hal tersebut tentunya sangat merugikan regenerasi tanaman yang berkualitas.
Kutu-kutu ini memiliki hubungan simbiosis dengan semut (Formicidae), yaitu semut gramang (Plagiolepis [Anaplolepis] longipes) dan semut hitam (Dolichoderus bituberculatus) yang memindahkan kutu dari satu tanaman ke tanaman lain. 
Pengendalian
Pengendalian dilakukan bila populasi kutu per tanaman muda cukup besar. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan pada tanaman-tanaman yang terserang. Langkah-langkah pengendalian hama kutu putih antara lain sebagai berikut :
a.    Penyemprotan dengan insektisida nabati (pemilihan jenis insektisida kimia sesuai Lampiran 2).
b.    Untuk memulihkan bentuk-bentuk yang cacat maka dapat dilakukan pemotongan sampai pada batas atas kuncup ketiak, yang kelak akan menjadi tunas akhir yang lurus dan baik. Kegiatan pemotongan bagian-bagian yang cacat ini hendaknya dilakukan pada awal musim penghujan.
10.  Hama Kupu Putih (Peloncat Flatid Putih)
Kasus serangan hama kupu putih dalam skala luas pernah terjadi pada tanaman jati muda di KPH Banyuwangi Selatan pada musim kemarau tahun 2006. Serangga ini hinggap menempel di batang muda dan permukaan daun bagian bawah. Jumlah individu serangga tiap pohon dapat mencapai puluhan sampai ratusan individu.
Hasil identifikasi serangga, diketahui bahwa serangga yang menyerang tanaman jati muda ini adalah dari kelompok peloncat tumbuhan(planthopper) flatid warna putih (famili Flatidae, ordo Homoptera/Hemiptera). Dari kenampakan serangga maka kupu putih yang menyerang jati ini sangat mirip dengan spesies flatid putih Anormenis chloris. Jenis-jenis serangga flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman budidaya.
Nilai kehadiran serangga kupu putih (flatid putih) ini menjadi penting karena waktu serangan terjadi pada musim kemarau yang panjang. Tanaman jati yang telah  mengurangi tekanan lingkungan dengan menggugurkan daun semakin meningkat tekanannya akibat cairan tubuhnya dihisap oleh serangga flatid putih. Dengan demikian serangan serangga flatid putih ini dapat meningkatkan resiko mati pucuk jati muda selama musim kemarau.
Pengendalian :
Serangga jenis-jenis peloncat flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerugian ekonomis pada tanaman budidaya. Namun demikian bilamana populasi serangga tiap individu pohon sudah tinggi dan dalam skala luas serta dalam musim kemarau yang panjang maka kehadiran serangga flatid putih ini dapat memperbesar tekanan terhadap tanaman jati muda berupa peningkatan resiko mati pucuk di lapangan.
Pengendalian hama seperti peloncat flatid putih di atas dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik melalui batang (bor atau bacok oles), dan penyemprotan bagian bawah daun, ranting-ranting, dan batang muda jati dengan insektisida racun lambung. Pemilihan jenis pestisida mengacu pada Lampiran 2.
11.  Hama Kumbang Bubuk Basah (Xyleborus destruens Bldf.)
Xyleborus destruens atau kumbang bubuk basah atau kumbang ambrosia menyebabkan kerusakan pada batang jati. Serangan kumbang ini pada daerah-daerah dengan kelembaban tinggi. Pada daerah-daerah dengan curah hujan lebih dari 2000 mm per tahun serangan hama ini dapat ditemukan sepanjang tahun.
Gejala serangan yang mudah dilihat yaitu kulit batang berwarna coklat kehitaman, disebabkan adanya lendir yang bercampur kotoran X. destruens. Bila lendir dan campuran kotoran sudah mengering warnanya menjadi kehitam-hitaman.
Serangan hama ini tidak mematikan pohon atau mengganggu pertumbuhan tetapi akibat saluran-saluran kecil melingkar-melingkar di dalam batang jati maka menurunkan kualitas kayu.
Pencegahan dan Pengendalian :
      Tidak menanam jati di daerah yang mempunyai curah hujan lebih dari 2000 mm per tahun.
      Menebang dan memusnahkan pohon-pohon yang diserang terutama pada waktu penjarangan.
      Mengurangi kelembaban mikro tegakan, misalnya dengan mengurangi tumbuhan bawah.
      Melakukan penjarangan dengan baik.
12.  Hama Inger-Inger (Neotermes tectonae)
Neotermes tectonae merupakan suatu golongan rayap tingkat rendah. Koloni inger-inger tidak begitu banyak, hanya beberapa ratus sampai beberapa ribu individu.
Gejala kerusakan dapat dijumpai berupa pembengkakan pada batang, kebanyakan pada ketinggian antara 5 – 10 m, namun juga ada pada 2 m atau sampai 20 m. Jumlah pembengkakan dalam satu batang bervariasi, mulai satu sampai enam titik lokasi pembengkakan.
Waktu mulai hama menyerang sampai terlihat gejala memerlukan waktu 3-4 tahun, bahkan sampai 7 tahun.
Kasus serangan hama inger-inger di lapangan umumnya dijumpai terutama pada lokasi-lokasi tegakan yang memiliki kelembaban iklim mikro yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kerapatan tegakan yang terlalu tinggi. Penyebabnya adalah tidak dilakukannya ataupun terlambatnya kegiatan penjarangan, padahal kegiatan penjarangan merupakan bagian dari upaya silvikultur untuk menjaga kesehatan tegakan.
Akibat serangan inger-inger ini adalah pada bagian yang diserang kayunya sudah tidak bernilai sebagai kayu pertukangan dan harus dikeluarkan dari hitungan perolehan massa kayu bahan pertukangan.
Pencegahan dan Pengendalian
      Metode penjarangan yang telah ditetapkan dan berlaku bagi hutan-hutan jati di Indonesia apabila dilakukan dengan teratur dapat mencegah meluasnya serangan inger-inger. Kegiatan penjarangan sebaiknya dilakukan sebelum hujan pertama atau kira-kira bulan oktober guna mencegah penyebaran sulung (kelompok hama inger-inger yang mengadakan perkawinan).
      Penjarangan agak keras dianjurkan bagi daerah-daerah yang menderita serangan lebih dari 30% tegakan. Bagi daerah-daerah yang serangannya lebih dari 50% periodisitas penjarangan perlu ditingkatkan, yaitu untuk KU II tiap 3 tahun, KU III dan KU IV tiap 5 tahun.
      Dalam kegiatan penjarangan perlu diusahakan agar pohon-pohon yang ditebang tidak menimpa pohon-pohon yang ditinggalkan karena hal tersebut akan mengakibatkan cacat-cacat yang berupa patah-patah cabang, luka-luka batang dan sebagainya yang akan menjadi pintu masuk bagi inger-inger.
      Cara pengendalian di alam selama ini kurang efektif. Hampir semua binatang pemakan serangga dapat menjadi musuh/pemangsa bagi hama inger-inger. Burung pelatuk, kelelawar, tokek, lipan, kepik buas, cicak, katak pohon merupakan musuh alami yang cukup penting dalam mencegah penyebaran hama inger-inger pada pohon jati yang sehat. Karena itu keberadaan predator-predator tersebut harus dijaga keberadaannya di hutan jati.
      Untuk pengendalian secara kimia, dalam pelaksanaannya ditujukan untuk hama inger-inger di dalam batang, dan sulung hama inger-inger yang berada di luar batang

B.     Hama dan Penyakit Tanaman Pinus
Hama yang menyerang tanaman pinus yang saat ini sedang banyak terjadi adalah kutu lilin.
1.  Hama Kutu Lilin Pinus
Hama kutu lilin menyerang tanaman Pinus merkusii semua tingkatan umur, mulai umur 1 tahun sampai dengan tegakan akhir daur. Kutu ini mengisap cairan pohon, terutama di pucuk-pucuk ranting tajuk pinus.
Tanda-tanda adanya serangan kutu lilin dapat dilihat berupa adanya bintik-bintik putih atau lapisan putih menempel pada ketiak daun di pucuk-pucuk ranting pinus. Lapisan putih ini merupakan benang-benang lilin yang dikeluarkan kutu, merupakan tempat berlindung kutu. Pucuk yang terserang daunnya menguning, kemudian daun dan pucuk menjadi rontok dan kering.
Untuk serangan pada tegakan (pohon besar), indikasi serangan dapat diamati secara okuler dengan perubahan warna dan kelebatan tajuk pohon. Tajuk pohon yang sehat berwarna hijau dan segar, sedangkan tajuk pohon pinus yang sakit (terserang) berwarna hijau kusam, kekuningan. Tajuk pohon yang terserang juga berubah menjadi tipis akibat daun-daun yang rontok.
Identifikasi Kutu Lilin
Dari identifikasi yang dilakukan oleh pakar (Dr. Gillian W. Watson, ahli insect biosystematist, USA) diketahui bahwa spesies kutu lilin adalah Pineus boerneri. Adapun taksonomi hama kutu lilin (Pine Adelgid) selengkapnya adalah sebagai berikut :
      Phylum                   : Arthropoda Latreille, 1829 - arthropods
      Klas                       : Insekta Linnaeus, 1758 - insects
      Ordo                      : Hemiptera
      Subordo                 : Stenorrhyncha
      Superfamili             : Aphidoidea
      Famili                     : Adelgidae
      Genus                     : Pineus
      Species                  : boerneri Annand, 1928
      Scientific Name      : Pineus boerneri Annand, 1928
Pada umumnya kutu lilin tubuhnya lunak, berukuran kecil (±1 mm), tinggal dan bereproduksi di pangkal pucuk bagian luar dari pohon Pinus.  Kutu ini mengeluarkan lilin putih dari lubang yang terdapat di bagian dorsal. 
Kutu betina mempunyai ovipositor, rostrum yang panjang, spirakel pada abdomen dan tidak aktif bergerak (sessile).
Sebagian besar famili Adelgidae mempunyai siklus hidup selama 2 tahun.  P. boerneri adalah kutu yang aseksual sepanjang tahun dan memproduksi telur secara parthenogenesis. Biasanya mengisap spesies Pinus yang berdaun 2 dan 3.
Dengan sifat aseksual dan produksi telur parthenogenesis (berkembang biak tanpa perkawinan), maka populasi kutu ini cepat sekali berlipat ganda. Bila suatu petak tanaman pinus merkusii diketahui telah terserang, maka sangat mungkin bahwa pohon-pohon di petak-petak sekitarnya telah terserang namun populasi hama masih cukup rendah sehingga belum menunjukkan efek merusak yang terlihat mata.
Penyebaran dan fluktuasi populasi hama kutu lilin di lapangan dipengaruhi oleh faktor barrier (penghalang) berupa barrier alam (jurang, bukit), vegetasi (ada tidaknya vegetasi lain selain pinus), dan musim. Pertanaman pinus yang memiliki barrier alam dan vegetasi lain yang tinggi cenderung lebih lambat terserang dibanding pertanaman yang berada di bentang alam yang terbuka. Namun seiring waktu bilamana pohon-pohon pinus sudah tinggi (tinggi pohon pinus sudah menyamai/melebihi barrier yang ada) maka tingkat serangan hama kutu lilin juga meningkat. Serangan hama kutu lilin meningkat pada musim kemarau; pada musim hujan kutu lilin tertekan namun tetap ada dalam tegakan dalam populasi terbatas.
Dampak Serangan Hama Kutu Lilin Pinus
      Ribuan hektar tanaman muda dan produktif telah terserang
      Ribuan pohon, tanaman muda dan pohon umur produktif hidup merana, dan sudah banyak yang mati.
      Akibat serangan pada pohon pinus yang sedemikian luas, maka produksi getah pinus sebagai sumber pendapatan perusahaan dapat terancam kelangsungannya.
      Hama Kutu Lilin sangat mengancam kelangsungan tegakan pinus di Jawa
Pengendalian Hama Kutu Lilin
Dari berbagai data dan informasi diketahui bahwa ternyata hama jenis pencucuk pengisap (superfamili Aphidoidea) banyak menyebabkan kerusakan dan permasalahan sangat serius pada pohon-pohon jenis konifer (jenis-jenis pinus dan daun jarum) di berbagai negara. Serangan hama pencucuk pengisap telah mengakibatkan krisis di kehutanan negara-negara Afrika. Sampai dengan saat ini serangan hama aphid (pencucuk pengisap) ini sudah berjalan selama 40 tahun (keberadaan hama pertama kali diketahui tahun 1968).
Mengingat seriusnya permasalahan hama kutu lilin bagi keberlangsungan pengelolaan hutan pinus, maka diperlukan pengendalian hama secara terpadu, berkelanjutan dan menyeluruh oleh berbagai pihak terkait.
Upaya yang dapat diterapkan antara lain :
a.              Karantina
b.      Survei dan Monitoring : cara ini penting dilakukan untuk mengetahui perkembangan (penyebaran dan dampak) serangan hama kutu lilin dari waktu ke waktu secara detail. Dengan demikian maka keputusan langkah pengendalian (kapan dan dimana) dapat diambil secara tepat.
c.       Pengendalian secara kimiawi : keuntungannya merupakan cara cepat untuk melindungi pohon; kerugiannya antara lain dapat mematikan parasit dan predator, di samping dampak polusi lingkungan..
d.      Manipulasi Silvikultur : penggunaan jenis-jenis spesies alternatif, pemilihan tapak yang tidak cocok bagi hama kutu lilin, penjarangan tegakan yang terserang untuk meningkatkan kesehatan (vigoritas) pohon, penanaman lebih dari satu jenis spesies pada suatu lokasi pertanaman.
e.       Pengendalian secara mekanik : melalui penggunaan perangkap dan penyemprotan air volume tinggi ke cabang-cabang. Cara ini tidak menimbulkan efek negatif pada lingkungan, tapi belum teruji untuk hama kutu lilin, juga perlu banyak tenaga pelaksana.
f.        Observasi resistensi genetik : pada suatu tegakan pinus yang terserang hama kutu lilin. Dari berbagai observasi lapangan diketahui bahwa terdapat peluang adanya pohon resisten (pohon sehat hijau tidak dijumpai adanya serangan kutu lilin, pohon bersih dari kutu lilin) dan juga pohon toleran (kutu lilin menyerang, tapi pohon tetap sehat hijau tidak menunjukkan gejala sakit). Untuk mendapatkan pohon yang benar-benar resisten ataupun toleran, maka observasi kontinyu perlu dilakukan terhadap pohon-pohon kandidat resisten – toleran yang telah dipilih.
g.       Pengendalian secara biologi, dilakukan dengan cara mengintroduksi musuh alami hama kutu lilin.
C.     Hama dan Penyakit Tanaman Mahoni
Mahoni (Switenia sp) merupakan spesies dengan mutu kayu yang baik untuk bahan bangunan. Beberapa hama dan penyakit yang terindentifikasi antara lain :
a)      Serangan pada persemaian mahoni disebabkan oleh Xylosandrus compactus(scolytid beetle) sejenis kumbang sisik yang menyerang batang semai. Merupakan famili Coleoptera, Scolyptidae. Hama ini meletakan telurnya di dalam batang, dan larvanya hidup di dalam batang tersebut, sehingga mengakibatkan kerusakan, dan semai tersebut roboh/mati. Selain pada semai, kadang hama ini juga meletakan telur-telurnya pada ranting dan cabang pohon lainnya.
b)      Penggerek pucuk Hypsipyla robusta (shoot borer)
Merupakan famili Lepidoptera; Pyralida. Pada tingkat larva menyerang tegakan pada tingkat sapling terutama pada umur 3 – 6 tahun dengan tinggi antara 2 – 8 m, pada pohon dengan umur tua jarang dijumpai serangan ini. Dengan daur hidup 1 – 2 bulan, berbagai tingkatan larva dapat sekaligus melakukan penyerangan berulang kali.
Gejala yang nampak adalah pucuk tiba-tiba menjadi layu, mengering dan lama-lama mati. Jika dipotong bagian batang pucuk yang mati akan dijumpai terdapat larva kumbang (seperti ulat) berada di dalamnya.
Sampai saat ini belum ditemukan metode yang efektif guna mengatasinya. Pencegahan yang diajurkan antara lain penanaman multikultur (campur) antara mahoni dan akasia mangium (Matsumoto et al, 1997) dan pencampuran dengan Azadirachta indica (mimbo). (Suharti, 1995)
c)      Ulat pemakan daun
Hama lain yang menyerang tanaman mahoni adalah ulat pemakan daunAttacus atlas (Lepidoptera, Saturnidae) dan sejenis lebah pemotong daunMegachile sp (Hymenoptera, Megachilidae). Serangan hama ini belum dianggap merugikan karena intensitas dan dampaknya yang masih minor/kecil.

D.    Hama dan Penyakit Tanaman Sengon
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman mahoni yang teridentifikasi seperti pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Jenis Hama dan Penyakit Tanaman Sengon
No
Bagian Tanaman yang diserang
Jenis hama dan penyakit
Nama HPT umum
Keterangan
1.
Menggerek Batang
Xystrocera festiva(Coleoptera, Ceramycidae)
X. globosa
Hama boktor

2.
Pemakan daun
Pteroma plagiophleps (Lepidoptera,Psychidae)
Eurema blanda (Lepidoptera, Pieridae)
Ulat kantong kecil
Ulat kupu-kupu kuning
Serangan spradis
3.
Pemakan akar
Beberapa spesies(Coleoptera, Scarabaeidae)
Ulat putih
Menyerang sapling
4.
Pemakan kulit batang
Indarbela quadrinotata (Lepidoptera, Indarbelidae)
Ulat kulit batang

5.
Penggerek batang
Xylosandrus morigerus (Coleoptera, Scolytidae)
Kumbang sisik

6.
Damping-off
Pythium sp.
Phytoptora sp.
Rhizoctonia sp.
Lodoh akar/batang
Menyerang semai
7.
Penyakit Antraknosa
Colletotrichum sp.
Antraknosa
Menyerang semai
8.
Busuk akar
Botryo diplodia sp.
Ganoderma sp.
Ustulina sp.
Rosellinia sp.
Jamur akar
Menyerang tanaman muda
9.
Kanker karat/puru
Uromycladium tepperianum
Jamur karat
Menyerang semua umur
Sumber : Nair (2000)
Berikut dijelaskan beberapa jenis HPT yang berpotensi besar kerusakannya.

1.  Hama Boktor (Xystrocera festiva, ordo Coleoptera)
Titik awal serangan hama boktor adalah  adanya luka pada batang. Umumnya telur diletakkan pada celah luka di batang. Telur baru ditandai utuh, belum berlubang-lubang; bila telur sudah berlubang-lubang dimungkinkan bahwa telur sudah menetas.
Sejak larva keluar dari telur yang baru beberapa saat menetas, larva sudah merasa lapar dan segera melakukan aktivitas penggerekan ke dalam jaringan kulit batang di sekitar lokasi dimana larva berada. Bahan makanan yang disukai larva boktor adalah bagian permukaan kayu gubal (xylem) dan bagian permukaan kulit bagian dalam (floem). Adanya serbuk gerek halus yang menempel pada permukaan kulit batang merupakan petunjuk terjadinya gejala serangan awal.
Pengendalian Hama Boktor
Ada 6 prinsip pengendalian hama boktor pada tegakan sengon, yaitu cara silvikultur, manual, fisik/mekanik, biologis, kimiawi dan terpadu.
Pengendalian secara silvikultur dilakukan dengan :
      Upaya pemuliaan, melalui pemilihan benih/bibit yang berasal dari sengon yang memiliki ketahanan terhadap hama boktor.
      Penebangan pohon terserang dalam kegiatan penjarangan (Tebangan E).
Pengendalian secara manual, antara lain dilakukan dengan :
      Mencongkel kelompok telur boktor pada permukaan kulit batang sengon,
      menyeset kulit batang tepat pada titik serangan larva boktor sehingga larva boktor terlepas dari batang dan jatuh ke lantai hutan
      diperlukan ketrampilan petugas dalam mengenali tanda-tanda serta gejala awal serangan hama boktor.
Pengendalian secara fisik/mekanik, antara lain dilakukan dengan :
      kegiatan pembelahan batang sengon yang terserang boktor,
      pembakaran batang terserang boktor sehingga boktor berjatuhan ke tanah,
      dengan cara pembenaman batang terserang ke dalam tanah.
Pengendalian secara biologis, dilakukan dengan :
      menggunakan peranan musuh alami berupa parasitoid, predator atau patogen yang menyerang hama boktor,
      caranya dengan membiakkan musuh alami kemudian melepaskannya ke lapangan agar mencari hama boktor untuk diserang, musuh alami ini diharapkan akan mampu berkembang biak sendiri di lapangan.
      Teknik pengendalian secara biologis yang pernah dicoba antara lain : parasitoid telur boktor (kumbang pengebor kayu Macrocentrus ancylivorus), jamur parasit (Beauveria bassiana),  dan penggunaan predator boktor (kumbang kulit kayu Clinidium sculptilis).
Pengendalian secara kimiawi, dilakukan dengan :
      aplikasi insektisida melalui cara bacok tuang, takik oles, bor suntik maupun semprot;
 cara kimiawi tersebut ternyata tidak efektif untuk mengendalikan hama boktor.
Pengendalian secara terpadu, dilakukan dengan :
penggabungan dua atau lebih cara pengendalian guna memperoleh hasil pengendalian yang lebih baik;
  contohnya pengendalian dengan cara menebang pohon yang terserang, kemudian batang yang terserang tersebut segera dibakar atau dibelah agar tidak menjadi sumber infeksi bagi pohon yang belum terserang.
2.    Hama Ulat Kantong
Hama ulat kantong (Pteroma plagiophleps : Lepidoptera, Psychidae) menyerang daun-daun tanaman sengon. Hama ini tidak memakan seluruh bagian daun, hanya parenkim daun yang lunak; menyisakan bagian daun yang berlilin. Daun-daun tajuk yang terserang terdapat bercak-bercak coklat bekas aktivitas ulat. Bilamana populasi ulat tinggi dapat menyebabkan kerugian yang serius.


E.     Hama dan Penyakit Tanaman Acasia mangium
Pada persemaian Akasia mangium seringkali terjadi serangan hama diantaranya serangga tanaman, belalang dan ulat kantong dan jamur akar yang menyebabkan berbagai kerusakan. Beberapa hama dan penyakit yang teridentifikasi antara lain :
Tabel 3. Jenis hama dan Penyakit  tanaman Akasia mangium
No
Tipe Kerusakan
Penyebab
Keterangan
Nama Ilmiah
Nama Umum
1
2
3
4
5
1
Penggerek akar
Coptotermes curvignathus (Isoptera, Rhinotermitidae)
Rayap
Menyebabkan kematian tingkat saplings
2
Pemakan daun
Pteroma plangiophelps
(Lepdoptera, Psychidae)
Ulat kantong
Menyerang pada saplings muda


Valanga nigricormis
(Orthoptera, Acrididae)
Belalang

3
Pencucuk pengisap
Helopeltis theivora
Serangga nyamuk
Menyerang pada saplings muda
4
Penggerek ranting
Xylosabdrus sp dan Xyleborus fomicatus
Penggerek ranting
Menyerang cabang muda
5
Penggerek batang
Xytocera festiva
Penggerek batang

6
Karat daun
Atelocauda digitata
Karat daun

7
Powder mildew (daun)
Oidium spp.
Embun tepung

8
Black mildew (daun
Meliola spp.
Embun jelaga

9
Bintil daun
Cercospora, petalotiopsis, Collectitricum spp.
Bintil daun

10
Kanker batang
Corticium salmonicolor
Penyakit pink

11
Kanker hitam
Pytophtora palmivora
Cystospora sp.
Hypixylon mammatum
Kanker hitam

12
Busuk hati
Phellinus noxius
Rigidoporus hypobrunneus
Tinctoporellus epimitinus
Jamur upas

13
Busuk akar merah
Ganoderma philipii
Jamur akar merah

14
Busuk akar putih
Rigidoporus microporus
Jamur akar putih

Sumber : Nair (2000)
Di antara hama di atas Helopeltis theivora merupakan jenis hama yang paling potensial menyebabkan kerusakan. Hal ini terjadi karena hama menghisap cairan tanaman yang masih berumur muda, sehingga akan mengakibatkan tanaman kekeringan lalu mati.


F.      Hama dan Penyakit Tanaman Sonokeling
Serangan hama dan penyakit pada tanaman sonokeling hanya menyebabkan kerusakan kecil pada pohon (Prawiroadtmojo, 1993). Serangan hama umumnya menyerang akar yang disebabkan oleh Macrotermes gilvus dan Odontotermes grandiceps.

G.    Hama dan Penyakit Tanaman Mindi
Mindi atau sering disebut dengan nama gringging (Melia azedarach L) merupakan tumbuhan berhabitus pohon termasuk dalam kelompok Meliaceae.  Pohon besar dapat mencapai tinggi 45 m, diameter mencapai 60 -120 cm. Berdasarkan pengamatan di lapangan tinggi bebas cabang 8-20 m bahkan dapat mencapai 25 m. Tajuk menyerupai payung, dengan percabangan melebar, kadang menggugurkan daun.
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman mindi adalah hampir sama dengan jenis-jenis HPT yang menyerang tanaman mahoni. Penyakit yang berupa bakteri dan jamur yang menyerang bagian daun, ranting dan buah mindi, biasanya tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Pohon mindi mudah diserang penggerek pucuk Hypsipyla robusta dan batangnya diserang kumbang ambrosia Xyleborus ferrugineus yang dapat menyebabkan kualitas kayu menurun.
Pengendalian hama penggerek pucuk dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur antara lain menggunakan bibit yang tahan hama dan penyakit, menanam pohon dengan lahan yang sesuai dan dilakukan penyiangan, pemupukan, pemangkasan cabang dan penjarangan untuk mengurangi serangan hama. Dapat pula dengan melakukan penanaman campuran dan memotong pucuk yang terserang. Cara lain dengan menyuntikkan insektisida setelah batangnya ditakik. (Balitbang Kehutanan, 2001).
H.    Hama dan Penyakit Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi)
Sedikit sekali di Indonesia dijumpai hama dan penyakit pada tanaman kayu putih. Berikut dijelaskan bebrapa jenis yang teridentifikasi pada hutan tanaman kayu putih di pulau Jawa.
1.   Hama Rayap
Hama rayap sering menjadi permasalahan utama penyebab kematian tanaman kayu putih di lapangan. Rayap menyerang tanaman umur 0 – 5 tahun, dengan resiko terparah pada tanaman kayu putih umur 0 – 1 tahun.  Serangan hama rayap terjadi pada kondisi hujan belum/tidak teratur (awal penghujan maupun akhir penghujan).
Rayap memakan akar atau kulit (jaringan floem) di leher akar dan pangkal batang. Bila akar tanaman muda diserang maka distribusi nutrisi dari tanah terputus sehingga tanaman layu dan mati. Bila kerusakan terjadi pada leher akar/pangkal batang menyebabkan akar tidak mendapat suplai makanan sehingga secara perlahan tanaman menjadi layu dan mati karena akar kehilangan energi untuk menyerap nutrisi dari tanah. Serangan pada bagian akar lebih beresiko dibandingkan serangan pada bagian leher akar.
Tingginya kasus serangan hama rayap pada tanaman kayu putih tidak terlepas dari tingginya bahan organik yang kaya selulosa yang menjadi sumber makanan rayap di sebagian besar lokasi tanaman kayu putih. Bahan organik tersebut berasal dari sisa-sisa tumpangsari (seperti : jagung, palawija, padi) yang berlangsung terus-menerus di lokasi tanaman kayu putih. Sisa panen umumnya ditumpuk di jalur tanaman pokok kayu putih. Dengan demikian rayap selalu ada di petak tanaman kayu putih dan menimbulkan resiko kerusakan tinggi pada tanaman muda.
Pencegahan dan Pengendalian :
ü      Pemanfaatan abu sisa serasah daun kayu putih atau sisa panen tumpangsari. Abu ditaburkan di pangkal batang pada saat tanaman rawan serangan rayap, dan atau ditabur di pangkal batang saat penanaman. Abu kayu dilaporkan dapat mencegah rayap mendekati tanaman.
ü      Monitoring rutin terutama pada musim-musim dimana rawan serangan rayap. Dengan monitoring rutin dapat diketahui secara dini gejala serangan, sehingga dapat segera diambil tindakan guna pengendaliannya, mengurangi resiko kerusakan lebih besar.
ü      Jika tanaman muda telah terserang (pangkal batang/leher akar sudah terkelupas), maka untuk mengurangi resiko kerusakan lebih parah (kematian), maka pangkal batang yang rusak perlu ditimbun tanah. Hal ini berguna untuk merangsang pembentukan kalus sehingga dapat tumbuh kulit baru ataupun tumbuh akar baru sehingga tanaman dapat tumbuh lagi.
ü      Mengurangi kerusakan mekanis, terutama pada lahan tumpangsari. Rusak/terputusnya akar akibat pengolahan tanah dapat meningkatkan stress (menurunkan vigoritas) tanaman sehingga tanaman mudah terserang hama penyakit. Untuk itu jalur tanaman pokok harus dibebaskan dari tanaman tumpangsari.
ü      Bibit yang ditanam di lapangan harus bibit siap tanam (ukuran tinggi minimal 40 cm, dalam kondisi sehat/vigor) sehingga lebih tahan terhadap stress lingkungan di lapangan. Bibit yang sehat cenderung kurang disukai oleh hama (rayap).
ü      Mencegah penumpukan sisa panen tumpangsari di jalur tanaman pokok ataupun tetap menumpuk di dalam petak tanaman, karena sisa panen yang menumpuk tersebut akan mengundang rayap. Serasah/sisa panen tumpangsari tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber penyedia abu, yang dapat digunakan untuk mencegah serangan rayap pada tanaman-tanaman muda.
ü      Menghilangkan sarang-sarang rayap.
ü      Pemilihan lokasi rendah resiko
2.   Hama Pengisap Pucuk dan Ulat Penggerek Pucuk Kayu Putih
     (Penyebab Pucuk Daun Kayu Putih Kering - Keriting)

Ada dua kelompok hama, yaitu kelompok hama pencucuk pengisap, dan kelompok hama penggerek pucuk/daun.
Kedua hama ini menyebabkan pucuk-pucuk tanaman kayu putih menjadi kering dan daun keriting. Hal ini mengakibatkan  produksi panen daun kayu putih menjadi berkurang.
Hama pengisap (ordo Homoptera-Hemiptera) yang mengisap pucuk-pucuk ranting, memiliki ciri-ciri sebagai berikut : warna coklat tua, ukuran panjang ± 1,5 mm, tipe mulut pencucuk pengisap, memiliki sungut/antena panjang, memiliki struktur mirip kornikel panjang di bagian posterior dorsal abdomen, jumlah kaki 3 pasang, tubuh keras. Hama ini menyebabkan pucuk tunas muda layu dan kering.
Di samping kutu coklat di atas, untuk kelompok hama pencucuk pengisap juga dapat dijumpai jenis kutu putih/kutu sisik (pseudococcidae = mealybug), yang sering bersimbiosis dengan semut hitam. Bilamana populasi tinggi keberadaan hama ini juga merugikan.
Adapun ulat penggerek pucuk menyebabkan daun berlubang-lubang, keriting, pucuk kering. Aktivitas ulat penggerek dengan kutu pengisap pucuk menyebabkan turunnya produksi biomassa kayu putih.
Pengendalian hama pucuk kayu putih
Kegiatan pengendalian dilakukan dengan penyemprotan insektisida, dilakukan bilamana kerusakan sudah mencapai ambang ekonomis. Insektisida yang digunakan adalah insektisida jenis kontak.




BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Mekanisme penyerangan hama terhadap vegetasi hutan memiliki dampak yang besar jika tidak segera diberikan pengendalian untuk penyerangan hama tersebut. Pengendaliannya dapat dilakukan baik secara silvikultur, fisik mekanik,secara hayati, Menggunakan peraturan perundangan, pengendalian secara genetic, pengendalian kimiawi dengan insektisida dan pengelolaan hama terpadu(PHT). Untuk mencegah kerugaian dalam bidang ekonomi yang lebih jauh lagi.


4.2  Saran
1.      Dalam pemilihan waktu penanaman kita harus memperhatikan kondis fisik linkungan tersebut apakah steril dari serangan hama atau tidak
2.      Penggunaan insektida jangan sampai berlebihan karena dapat membunuh predator pemakan hama yang akan mengakibatkan serangan hama yang tak terkendalikan

  DAFTAR PUSTAKA

Endah Suhaendah, M. Siarudin dan Encep Rachman. 2007. SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PADA LIMA PROVENANSENGON DI KABUPATEN TASIKMALAYA Balai Penelitian Kehutanan Ciamis




Komentar

Postingan populer dari blog ini

KLIMATOLOGI HUTAN (SUHU MEMPENGARUHI HUTAN DAN VEGETASI)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Hutan yang tumbuh dan berkembang, tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama lingkungan. Di permukaan bumi kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat di dalam hutan dalam bentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan seresah, hewan dan jasad renik. Biomassa ini adalah dari hasil fotosintesis, yang berupa sellulose, lignin, gula bersama dengan lemak, protein, damar fenol dan berbagai senyawa lainnya. Berdasarkan hukum alam, biomassa ini dimanfaatkan oleh hewan herbivora, serangga dan jasad renik yang membutuhkan oksigen dan melepaskannya lagi dalam bentuk karbon dioksida dan karbon dioksida ini dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan. Karena kebutuhan manusia maka hukum alam tersebut diubah, hutan dirusak dan dialihkan menjadi penggunaan yang lain. Adapun kesatuan dari lingkungan adalah abiotik, yang terdiri dari cahaya, suhu, tanah, air, udara, zat kimia dan benda mati lainnya, yang mampu menghidupkan organism...

Pengantar Pendidikan (Pendidikan karakter)

1.Jelaskan apa yang dimaksud pendidikan dan kenapa manusia harus didik ? Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (domain perilaku). Jadi pendidikan karakter terkait erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekan atau dilakukan. Karakater menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, dapatlah dikatakan orang tersebut memanisfestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, bertanggung jawab, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulya. Istiah karakter juga erat kaitannya denga...